Jakarta, Aktual.com – Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, meminta publik untuk tidak mempercayai lembaga survei, terutama yang memenangkan pasangan capres petahana. Pasalnya, hal itu dinilai hanya untuk alat pembenaran jika petahana kalah dalam Pilpres 2019.
“Lembaga survei merupakan alat propaganda. Lembaga survei saat ini membuat jarak elektabilitas antara Jokowi dan Prabowo berbeda 20 persen, untuk menjustifikasi kecurangan bila Jokowi kalah,” kata Rizal Ramli di Jakarta, Selasa (15/1).
Ekonom senior itu mengatakan demikian karena menanggapi hasil survei dari lembaga survei Denny JA, yang menyebut Jokowi memiliki elektabilitas sebesar 56 persen dibandingkan capres Prabowo Subianto.
“Hari ini lembaga poling bilang gapnya 20 persen. Bahkan tadi Mas Jokowi 56 persen. Halah pada saat jaya jayanya mas Jokowi, hebat hebatnya Pilpres dia cuman 52 sampai 53 persen. kok hari ini ada klaim lembaga survei si Denny JA 56 persen yang bener aja,” ujarnya.
Lebih lanjut Rizal mengaku memiliki bukti bahwa Prabowo hanya terpaut di bawah 10 persen dari Jokowi.
“Jokowi stagnan, Prabowo gap-nya kurang dari 10 persen. Yang belum menentukan sikap masih sekitar 20 persen. Nah kalau ada kecurangan, maksimum efeknya 5 persen. Oleh karena itu kalau mau menang Prabowo sama Sandi harus menang double digit, di atas 10 persen baru kecurangan itu tidak ada. Kalau (Prabowo-Sandi) menang 2 sampai 3 persen itu (rawan dicurangi),” tuturnya.
Aktivis reformasi tersebut mengajak relawan Prabowo-Sandi bekerja militan melebihi uang. Rizal menyadari pasangan Prabowo-Sandi ‘paket hemat’. Meski begitu, Dirinya mencontohkan Pemilu Malaysia dimana Anwar Ibrahim bisa menumbangkan Najib Razak. Padahal, Najib Razak menguasai media dan uangnya berlimpah. Untuk itu, dia berpesan supaya pendukung paslon nomor urut 02 militan.
“Militan itu artinya bekerja beyond money itu orang pergerakan harus begitu kerjanya. Jadi kalau mau double digit harus bekerja beyond money,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin