Jakarta, Aktual.com-Ekonom senior, Rizal Ramli mendesak pemerintah agar jujur kepada masyakarat soal utang luar negeri milik Indonesia. Dengan kejujuran akan membuat masyarakat secara sukarela membantu pemerintah mencari solusi terbaik dalam hal pembayaran utang, tanpa harus menyulitkan keuangan negara sendiri.
“Jangan berbohong. Kalau zaman Soeharto utang itu disebut bantuan luar negeri untuk ngibulin rakyat. Hari ini berbohong dengan hanya mengumumkan bunganya Rp 247 triliun, tapi tidak mengumumkan cicilan pokoknya,” cetus Rizal di Universitas Bung Karno (UBK), Jakarta, Sabtu (9/9).
Sesuai dengan hitungannya kata dia jika pinjaman pokok ditambah dengan bunga, pemerintah saat ini dibebankan untuk membayar utang sebesar Rp 630 triliun per tahun. “Nah, untuk tahun depan kita harus bayar 640 triliun,” kata Rizal.
Oleh sebab itu, Rizal mendesak pemerintah untuk jujur. Lantaran prioritas anggaran ekonomi bangsa ternyata bukan untuk infrastruktur seperti yang didongengkan pemerintah selama ini.
“Jadi jelas prioritas kita nomor satu adalah bayar utang. Yang kedua pendidikan, 20 persen dari anggaran negara, yang ketiga baru infrastruktur,” kata dia.
Ada sejumlah cara dalam mengelola atau melunasi utang. Tetapi kejujuran pemerintah juga penting. Jika tidak diberikan fakta yang benar, tambahnya, masyarakat juga tidak tahu resiko yang bakal ditanggung.
Disisi lain tambah dia masyarakat pun enggan membantu mencarikan solusi yang baik agar negara bisa membayar utang tanpa harus membebani keuangan negara dan menyulitkan ekonomi rakyat.
Rizal berpendapat Perekonomian Indonesia kini sulit karena pemerintah masih tergantung pada model neoliberal ala Bank Dunia. Padahal, Negara Asia lainnya seperti China, Jepang, Singapura dan lain-lain yang ekonominya jauh lebih maju justru enggan menggunakan jasa Bank Dunia. Mereka lebih memilih kebijakan ekonomi yang nasionalistik.
“Kita dicekoki jangan berpikir ekonomi konstitusi, jangan berpikir ekonomi nasionalistik. Karena itu kuno, ketinggalan. Salah besar. Di Asia yang ikut model pembangunan Bank Dunia itu hanya Indonesia dan Filipina! Oleh karena itu tidak aneh banyak negara di Asia dan bekas Rusia tumbuh 6-8 persen,” tandas Rizal.
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs