Jakarta, Aktual.com – Yaman akan menolak rencana Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengakhiri perang saudara, Rabu (7/12) karena peta jalan tersebut dapat menciptakan risiko preseden internasional dengan memberikan legitimasi kepada pemberontak terhadap pemerintahan negara itu yang telah diakui secara global.

Posisi tawar Yaman berada dalam kemunduran besar bagi dunia internasional yang mengupayakan untuk mengakhiri konflik selama 20 bulan yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan dan menewaskan lebih dari 10 ribu orang.

Surat pada 6 Desember 2016 dari Duta Besar Yaman di PBB kepada Dewan Keamanan PBB itu menyebutkan rencana utusan PBB Ismail Ould Cheikh untuk membebaskan insentif kepada para pemberontak Houthi-Saleh, melegitimasi pemberontakan mereka, dan agenda mereka.

“Roadmap Ould Cheikh menciptakan risiko preseden internasional, meningkatkan tren kudeta terhadap pemerintahan terpilih, dan konsensus nasional. Jelas ada pelanggaran secara internasional terhadap hukum dan norma-norma,” ujarnya.

Sejak Maret 2015, pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi bertempur melawan para pemberontak Houthi yang bersekutu dengan Iran dan pasukan setia mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang berupaya untuk mengambil alih kekuasaan Presiden Abdur Rabbu Mansour Hadi yang telah diakui secara global.

Pasukan koalisi gagal mengusir Houthi dan sekutu mereka di militer Yaman dari daerah ibu kota di Sanaa.

Proposal PBB tanggal 6 Desember 2016 itu mencantumkan daftar tindakan yang diperlukan untuk berbagai solusi politis, termasuk Saleh dan pemimpin Houthi Abdul Malik Al Houthi harus meninggalkan aktivitas politik dan meninggalkan negara tersebut bersama anggota keluarganya ke tempat pengasingan dirinya dalam jangka waktu sedikitnya 10 tahun.

Seorang diplomat senior PBB pada bulan lalu mengatakan bahwa Arab Saudi tampaknya menerima usulan Ould Cheikh dan mendesak Hadi untuk menyepakatinya.

Uni Emirat Arab, negara utama lainnya dalam koalisi tersebut, mendukung agenda itu. Amerika Serikat dan Kerajaan Inggris juga menyetujuinya.

Sebelunya ribuan warga Yaman memprotes rencana baru PBB untuk mengakhiri konflik antara para pemberontak dan pemerintah yang didukung oleh Arab Saudi, menyebut rencana itu dapat melegitimasi cengkeraman kekuasaan pemberontak.

Aksi demonstrasi di Kota Aden dan lokasi lainnya pada 3 November lalu terjadi sesaat sebelum Ould Cheikh tiba di Sanaa untuk melakukan perundingan damai dengan pemberontak Houthi yang didukung Iran. (ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara