karyawan keluar dari Gedung Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di Jakarta
karyawan keluar dari Gedung Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di Jakarta. Aktual/HO

Jakarta, Aktual.com – Wacana pembubaran Kementerian BUMN santer terdengar usai Presiden Prabowo Subianto menggeser Erick Thohir dari Menteri BUMN ke Menteri Pemuda Olahraga. Alih-alih menunjuk menteri baru pengganti Erick, Prabowo hanya menempatkan Wakil Menteri BUMN sekaligus Chief Operating Officer Danantara, Dony Oskaria sebagai pelaksana tugas (Plt) Menteri BUMN.

Upaya membubarkan Kementerian BUMN juga terlihat dari adanya Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Danantara, dan Revisi keempat UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Pembubaran Kementerian BUMN juga dinilai memungkinkan karena kementerian tersebut, usai adanya Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), hanya berwenang sebagai regulator, pengawas BUMN, dan pemegang saham dwiwarna seri A.

Baca juga:

Erick Out. Pembubaran Kementerian BUMN?

Associate Director BUMN Research Group Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Toto Pranoto menyatakan, sebetulnya kewenangan antara BPI Danantara dan Kementerian BUMN sudah tertera jelas di UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, sebagai hasil revisi ketiga dari UU Nomor 19 Tahun 2003.

“Fungsi Kementerian BUMN adalah sebagai regulator, pengawas dan pemegang saham seri A. Sementara Danantara bertindak sebagai pihak eksekutif pengelola BUMN. Jadi secara tugas dan kewenangan sebetulnya sudah clear, tidak ada tumpang tindih,” papar Toto.

Menurut, saat ini merupakan masa transisi ini di mana kewenangan yang sebetulnya ada di Kementerian BUMN berpindah ke Danantara. Karena itu, kebutuhan adanya Kementerian BUMN masih relevan sampai posisi Danantara betul-betul kuat dan established.

“Sehingga dalam jangka panjang mungkin saja Kementerian BUMN dibubarkan atau dilebur ke Danantara seperti layaknya superholding Temasek atau Khazanah,” ucap Toto.

Baca juga:

Jurus Pembubaran Kementerian BUMN Dibalik RUU Danantara

Toto pun memandang bahwa fungsi strategis Kementerian BUMN tetap ada sepanjang negara masih membutuhkan pembentukan perusahaan pelat merah baru, ataupun dalam melakukan aksi korporasi seperti privatisasi BUMN.

Selain itu, jika Danantara fokus mengelola BUMN komersial, maka pengelolaan sejumlah perusahaan umum (Perum) BUMN yang sarat dengan penugasan public service obligation (PSO), seperti Jasa Tirta atau Perum Bulog, bisa tetap berada di bawah Kementerian BUMN.

Awas Ada Kepentingan lain Saat BUMN Menjadi super Holding

Anggota Komisi VI DPR RI dari PDIP Mufti Anam menyatakan, wacana pembubaran Kementerian BUMN harus dilihat secara hati-hati. Menurutnya, kalau tujuannya untuk mengoptimalkan fokus dan kinerja perusahaan BUMN, publik mungkin bisa memahaminya.

Namun, katanya, perubahan besar dalam pengelolaan BUMN harus disertai jaminan tata kelola yang lebih baik, bukan justru menambah kerumitan.

“Tetapi yang jauh lebih penting adalah apakah bisa dijamin pengelolaan BUMN akan benar-benar lebih baik bila diurus lewat model badan atau sepenuhnya diurus BPI Danantara atau justru menambah kerumitan dan menghambat akselerasi dan transformasi BUMN,” tegasnya.

Baca juga:

Isu Kementerian BUMN Dihapus, DPR: Jangan Selesaikan Masalah dengan Membakar Lumbung

Ia pun mengingatkan agar Pemerintah waspada terhadap adanya kepentingan tersembunyi yang bisa menunggangi kebijakan tersebut. Menurutnya, fokus utamanya adalah memastikan pengelolaan BUMN benar-benar memberi manfaat maksimal bagi rakyat.

“Justru kita harus pastikan BUMN dikelola sebaik-baiknya agar manfaatnya sebesar-besarnya dirasakan oleh rakyat. Pemerintah harus transparan, melibatkan DPR, pakar, dan publik sebelum membuat langkah yang berimplikasi langsung pada arah pengelolaan aset negara kita,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi