Sayangnya lanjut Roy, PDIP lalai memposisikan Jokowi layaknya sebagai partner partai. Sebagai contoh, PDIP tidak menempatkan Jokowi dalam struktural partai dan hanya anggota biasa partai.
“Ini beda dengan kami-kami yang sejak tahun 1980 SMA orde baru sudah jadi kader ideologis partai PDI, dan sejak mahasiswa sudah mengerti gerakan mahasiswa dengan pemahaman Marhaenis, mungkin kalau kami-kami bolehlah dibilang petugas partai,” jelasnya.
Lebih jauh Roy melihat sejak menjadi wali kota Solo hingga jadi Presiden, Jokowi diperlakukan oleh sebagian besar oknum di pimpinan PDIP dengan sebutan petugas partai dan beragam kalimat yang mengerdilkan peran dan kontribusi Jokowi.
Padahal, lanjut Roy, Jokowi memiliki kontribusi besar dalam mendongkrak suara PDIP ketika Pemilu 2014 hingga 2019, karena Jokowi Efek.
“Apakah PDIP masih akan bertahan seperti sekarang ini kalau tidak ada faktor Jokowi? Jujur saja jika dari awal Jokowi tidak memberi manfaat bagi PDIP pasti beliau sudah ditendang keluar dari partai,” tegas Roy.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin
Arbie Marwan