Jakarta, aktual.com – Para pelaku usaha belakangan ini menghadapi polemik pembayaran royalti musik untuk lagu-lagu yang diputar di kafe, restoran, hotel, hingga pusat kebugaran. Imbasnya, sejumlah kafe memilih tidak lagi memutar lagu dalam negeri dan beralih ke musik luar negeri demi menghindari kewajiban royalti.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum yang membawahi Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk menyusun aturan pembayaran royalti yang tidak memberatkan.
“Kami sudah minta Kementerian Hukum bersama LMK-LMK membuat aturan yang tidak menyulitkan, sambil menunggu revisi Undang-Undang Hak Cipta yang sedang dibahas DPR,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senin (4/8/2025).
Di sisi lain, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, menegaskan bahwa setiap pemilik usaha tetap wajib membayar royalti jika memutar musik di area komersial, meski sudah berlangganan YouTube atau Spotify.
“Layanan streaming bersifat personal. Saat musik diputar di ruang usaha, itu masuk kategori penggunaan komersial sehingga butuh lisensi tambahan yang sah,” jelas Agung dalam keterangan tertulis, Senin (4/8/2025).
Agung juga mengimbau pelaku usaha tidak memblokir musik dari band dan musisi Indonesia, karena tindakan tersebut dapat mematikan ekonomi musik lokal. Ia menyarankan menggunakan musik bebas lisensi atau Creative Commons, dan bagi UMKM bisa mengajukan keringanan atau pembebasan royalti melalui mekanisme LMKN.
Dengan polemik ini, DPR mendorong hadirnya regulasi yang berimbang antara hak musisi dan kenyamanan pelaku usaha, agar musik lokal tetap hidup tanpa membebani roda ekonomi.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano

















