Jakarta, Aktual.com — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan dana sebesar Rp6,62 triliun hasil penyitaan dari kasus lahan sawit, pertambangan, dan tindak pidana korupsi yang diserahkan Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Kementerian Keuangan pada Rabu (24/12/2025) tengah dirancang pemanfaatannya.
“Sekarang uangnya baru masuk, nanti kita desain seperti apa. Yang jelas, ada kebutuhan di berbagai sektor, termasuk penanganan bencana. Tapi anggaran bencana sebenarnya sudah tersedia,” kata Purbaya kepada wartawan.
Ia menjelaskan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran penanganan bencana nasional sekitar Rp60 triliun, sehingga dana hasil sitaan tersebut tidak secara khusus diarahkan untuk pembiayaan kebencanaan.
Menurut Purbaya, tambahan penerimaan negara ini membuka sejumlah opsi pemanfaatan, mulai dari mendorong pembangunan, memperkuat tabungan pemerintah, hingga membantu menekan defisit anggaran.
“Artinya bisa dipakai untuk mendorong pembangunan ke depan. Namun ini belum didesain secara rinci karena dana tersebut baru hari ini masuk,” ujarnya.
Purbaya menambahkan, dana tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk menjaga defisit anggaran tetap berada di bawah ambang batas 3 persen dari produk domestik bruto (PDB), sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Ini bisa digunakan untuk mengurangi defisit atau menjadi tabungan yang dibelanjakan tahun depan. Yang utama, kita lihat dulu posisi defisit kita, tapi ini sangat membantu untuk memperbaiki fiskal,” katanya.
Ia memastikan, hingga saat ini kondisi anggaran negara masih dalam keadaan aman dan terkelola dengan baik.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin melaporkan keberhasilan penyelamatan keuangan negara dan penagihan denda administratif dengan total nilai Rp6,62 triliun. Dana tersebut berasal dari dua sumber utama.
Pertama, penagihan denda administratif sektor kehutanan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) senilai Rp2,34 triliun dari 20 perusahaan sawit dan satu perusahaan tambang nikel.
Kedua, penyelamatan keuangan negara senilai Rp4,28 triliun dari penanganan perkara tindak pidana korupsi, termasuk kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) serta perkara impor gula.
Masuknya dana hasil penegakan hukum ini dinilai menjadi sinyal kuat sinergi antara upaya pemberantasan korupsi dan penguatan keuangan negara.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi

















