Jakarta, Aktual.com — Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) menghadapi ancam kerusakan yang serius akibat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Provinsi Aceh tahun 2013–2033, yang tidak mengakomodir Ruang dan Wilayah KEL, sehingga sebagian besar KEL akan terbuka untuk Konsesi Usaha Budidaya.
Hal ini dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat melalui UU No. 11/2006 yang mengamanatkan perlindungan, pengamanan, pelestarian, pemulihan fungsi kawasan dan pemanfaatan secara lestari.
“Kami atas nama Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) telah membawa perkara ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 21 Januari 2016 silam. Sebenarnya Mendagri telah evaluasinya meminta Pemerintah Aceh menambahkan satu poin lagi yaitu Kawasan Ekosistem Leuser sebagai Kawasan Startegis Nasional. Namun hasil evaluasi Mendagri itu tak digubris Gubernur dan DPR Aceh,” kata Kuasa Hukum GeRAM Nurul Ikhsan. Minggu (29/8)
Kemudian selain tidak mengakomodir rekomendasi Mendagri, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Provinsi Aceh tersebut tidak meliputi ruang kelola masyarakat adat, yang merupakan hak komunal atau hak masyarakat mukim Aceh.
“Hak kelola adat perlu diakui agar masyarakat punya kekuatan hukum , namun di RTRW hanya menyebutkan mengenai definisi mukim tanpa mengakomodasi wilayah kelola mukim. Ini merugikan masyarakat karena banyak konflik dengan swasta yang diberikan HGU di wilayah kelola mukim. Masyarakat mukim pernah menyurati terkait Qanun RTRW namun tidak ditanggapi, kami juga menyuarakan melalui media agar aspirasi ditampung oleh pemerintah,” tandas Nurul Ikhsan
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan Hutan Hujan Tropis Sumatera yang ditetapkan menjadi Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada 2004. Namun, Sejak tahun 2011, kawasan itu sudah masuk dalam The List of World Heritage in Danger. UNESCO akan mengevaluasi pada tahun 2017 apakah ada usaha yang cukup baik dari Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi kerusakan yang terjadi.
Laporan: Dadang Syah
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu

















