
Jakarta, aktual.com – Anggota Komisi III DPR-RI, Supriansa mengungkapkan aktivitas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) baru dapat dikatakan sebagai tindak pidana jika sudah disimpulkan oleh penyidik. Merujuk pada penjelasan sejumlah pakar, jikalau baru disampaikan oleh Kepala PPATK (Ivan Yustiavandana), maka hal tersebut belum dapat masuk hasil kesimpulan yang bisa dijadikan sebagai kategori terjadi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Kalau kita mengacu dari penjelasan pakar tadi di dalam dengan yang disampaikan oleh mantan Kepala PPATK, maka bisa disimpulkan bahwa TPPU itu jika sudah disimpulkan oleh penyidik. Kalau baru disampaikan oleh Kepala PPATK misalnya, maka itu belum dikatakan hasil kesimpulan yang bisa dijadikan sebagai kategori terjadi tindak pidana pencucian uang. Kalau mengacu dari diskusi ini,” ujar Supriansa di sela-sela Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III DPR RI dengan Dr. Yunus Husein dan Pakar Hukum TPPU Dr. Yenti Garnasih di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Kamis (6/4) kemarin.
Lebih lanjut, ungkap Supriansa, menurut Dr. Yenti Ganarsih, TPPU harus jelas tindak pidana asalnya. Jika sudah jelas tindak pidana asalnya, maka baru dapat dibuktikan aktivitas TPPU-nya
“Ada hal yang menarik bagi saya karena terjadi tentu perbedaan. Kalau kemarin-kemarin, PPATK (Pak Ivan) menyatakan bahwa dengan tegas menyatakan bahwa 349 triliun itu adalah TPPU. Nah, kemudian harus dibuktikan menurut Ibu Doktor Yenti tadi menyampaikan bahwa ini harus jelas tindak pidana asalnya,” tuturnya seperti dikutip dari situs DPR.
“Maka itu berarti kan jelas. Ada perbedaan-perbedaan pandangan itu, saya kira itu biasa terjadi dan kita akan melihat dengan pendekatan aturan. Aturan apa? Adalah undang-undang TPPU sendiri, kan ada undang-undangnya. Orang bisa bebas berpendapat, tetapi tetap kita harus kembali kepada aturan dan mekanisme yang berlaku,” tegas Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
(Megel Jekson)