Jakarta, aktual.com – Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di posisi Rp14.410 per USD terus menjadi perhatian publik. Pasalnya, ada yang menilai jika rupiah terus menunjukan tren yang melemah, situasi Indonesia bisa ‘tamat’.
Kordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (ALASKA) Adri Zulpianto menilai perumpaan tersebut bisa saja benar, bisa juga salah.
“Soal banyaknya orang mengatakan jika rupiah melemah artinya Indonesia tamat. Bisa jadi benar, bisa juga salah,” kata dia, di Jakarta, Sabtu (30/6)
Menurut dia, salah satu faktor penguat dolar di valuta asing adalah imbas dari devaluasi mata uang China, Yuan. Akibat dari devaluasi ini, sambung dia, nilai Yuan jadi menurun di pasaran global.
Sehingga, penuruan tersebut mau tidak mau di imbangi dengan meningkatnya ekspansi pasar global oleh China ke seluruh dunia, salah satunya adalah Indonesia. Ekspansi pasar China ini akan menutup pasar lokal Indonesia oleh produk China yang murah dan dan melimpah ruah.
“Oleh karena itu, pemerintah juga harus meningkatkan eksport pasar lokal Indonesia ke seluruh negara di dunia,” terangnya.
Dengan ekspansi pasar China, dan di tengah ketidakpastian dolar atas Yuan, melemahnya rupiah di dalam negeri mengakibatkan tingginya harga di sektor pasar import seperti pasar ponsel, gadget, dan lainya.
“Hal itu membuat harga pasar bergejolak tidak terkontrol. Selain itu, industri-industri di Indonesia yang membutuhkan bahan baku import menjadi lemah, karena biaya produksi yang meningkat,” ujar dia.
Akan menjadi beda cerita, ucap dia, bila Indonesia memperkuat sektor eksport, jelas Indonesia akan mengalami keuntungan yang besar. Apabila kenaikan dolar beranjak di angka Rp.100,- dalam satu bulan misalnya, tapi dalam waktu sebulan tersebut angka produksi bisa ditingkatkan, maka keuntungan sektor industri pun menjadi keuntungan yang besar.
“Tapi kenyataanya, Indonesia (pemerintah) masih dalam angka yang rendah dalam kegiatan eksport. Sehingga, melemahnya rupiah tidak bisa meningkatkan ekonomi di Indonesia, tetapi lebih cenderung mengkhawatirkan. Sebab, melemahnya rupiah akan di ikuti dengan melemahnya produksi industri yang membutuhkan bahan baku import, sehingga industri-industri tersebut terancam gulung tikar,” pungkas Adri.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang