Jakarta, Aktual.com – Rupiah telah terjembab dalam titik terendah dalam beberapa tahun belakangan ini. Sejumlah kalangan bahkan menyebut jika penanganan kurs rupiah saat ini merupakan yang terburuk sepanjang era Reformasi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih sangat mungkin akan melemah lagi, meskipun tetap ada kemungkinan untuk menguat.
Hal ini disebabkan The Fed diperkirakan menaikkan suku bunganya lagi pada September 2018 nanti.
“Ya, tapi arahnya mesti dia (The Fed) menaikkan (suku bunga). Jadi dari sini ke 2019 itu arahnya bisa bertambah 1,5% naik lagi atau lebih dikit,” kata Darmin di kantornya, Jumat (31/8).
Karenanya, Darmin pun menegaskan jika Indonesia harus mengikuti langkah The Fed guna mengantisipasi dampaknya di dalam negeri.
“Tentu kita harus punya langkah untuk ikuti itu, tidak bisa kita bilang tidak mau,” ujarnya.
Bank Indonesia (BI) sendiri sudah menaikkan suku bunga acuan 7-day reverse repo rate sebanyak 125 bps pada tahun ini.
Ia melanjutkan, dampak dari pelemahan nilai tukar ke dalam inflasi itu akan terlihat melalui inflasi inti atau core inflation.
“Meski itu barangnya banyak, bukan cuma barang impor. Tapi yang pasti bukan pangan, administered prices. Sekarang ini ada kenaikan kalau dilihat dan diakumulasikan, misalnya di Agustus, tapi belum besar kenaikannya,” jelasnya.
Soal menaikkan suku bunga acuan, BI selalu menyebutkan bahwa akan tergantung dengan situasi dan kondisi terkini. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo mengatakan, BI sejak awal sudah memperhitungkan kenaikan suku bunga acuan The Fed sebanyak empat kali dengan probabilitas meningkat ke 60% dalam formulasi kebijakan moneter BI.
“Sehingga kalau terjadi kenaikan di bulan September tidak ada yang surprise bagi BI. Pasar juga sudah memperkirakan (priced-in) kenaikan di bulan September tersebut,” kata Dody kepada Kontan.co.id, Minggu (26/8).
Dody berharap reaksi pasar akan netral. Ia yakin perkembangan yang positif di Turki karena tekanan krisis ekonomi mulai mereda, diharapkan juga membantu mengurangi potensi adanya gejolak. “Diharapkan reaksi pasar akan netral,” ucapnya.
Dody mengatakan, terkait suku bunga acuan, BI masih akan melihat perkembangan yang terjadi di pasar. Sebab, kenaikan tersebut ditentukan oleh sejumlah data dan indikator makro.
“Tidak hanya oleh kenaikan bunga The Fed. Kenaikan suku bunga kebijakan akan dilakukan secara terukur,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan