Jakarta, Aktual.co — Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) mempertanyakan peran Bank Indonesia (BI) yang dianggap berlindung dalam fungsi independensi saat nilai tukar rupiah melemah dalam beberapa waktu terakhir.

“BI menurut Undang-Undang berfungsi untuk menstabilkan nilai mata uang kita. Tapi kenyataannya ternyata tidak seperti yang diharapkan,” kata Ketua Akses Suroto di Jakarta, Kamis (12/3).

Akses mengkaji saat ini posisi cadangan devisa Indonesia naik 1,3 miliar dolar AS menjadi 115,5 miliar dolar AS pada akhir Februari 2015 dari posisi akhir Januari 2015 sebesar 114,2 miliar dolar AS. Sementara rupiah telah menembus angka psikologis lebih dari Rp13.000. “Ini adalah ironi, ketika nilai cadangan devisa kita bertambah dan bahkan mampu menanggulangi kebutuhan impor sampai 6 bulan ke depan, namun nilai rupiah dibiarkan jatuh dan dalam kondisi terburuk setelah krisis 1997. Padahal standar minimum itu cukup mengcover 3 bulan,” katanya.

Akses menilai BI seperti absen dari pasar dan kalau dibiarkan kondisi ekonomi di Indonesia bisa lesu dan proses pemulihannya tidak akan mudah. “BI kan pemegang otoritas moneter satu-satunya, jadi kepada siapa lagi kita dapat berharap,” katanya.

Ia mengatakan BI tidak kemudian harus menggunakan arti independensi BI sebagai lembaga negara yang menolak campur tangan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU. “Bagaimana bisa kebijakan moneter yang setiap saat mempengaruhi hidup matinya ekonomi masyarakat dapat dilepaskan dari tanggung jawab pemerintah,” kata Suroto.

Menurut dia, masyarakat perlu tahu bahwa kebijakan moneter juga sama pentingnya dengan kebijakan fiskal. Ia menambahkan, masyarakat mempunyai hak yang sama untuk mempertanyakan komitmen kebijakan BI yang bertujuan pokok untuk menyetabilkan nilai rupiah. “Jangan hanya perubahan alokasi subsidi dalam kebijakan fiskal kita saja yang kita demo, tapi kebijakan suku bunga BI yang langsung menggerus daya beli masyarakat kita biarkan saja,” katanya.

Untuk itu kata Suroto, dalam revisi UU tentang Bank Indonesia yang akan dibahas dalam agenda prioritas Program Legislasi Nasional (prolegnas) tahun ini, sangat penting ditekankan perlunya pendefinisian arti independensi itu. Menurut dia, kegoncangan di sektor moneter itu juga sama dengan kegoncangan keamanan.

“Subversi juga bisa dilakukan melalui kebijakan moneter,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: