Jakarta, Aktual.com — Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Ika Rahutami menyatakan depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak mampu memacu peningkatan ekspor dari Jawa Tengah.
“Banyak industri di dalam negeri khususnya Jawa Tengah yang masih bergantung pada konten impor khususnya bahan baku,” katanya di Semarang, Senin (14/9).
Selama ini, industri manufaktur yang banyak melakukan ekspor adalah tekstil. Padahal, untuk sektor tekstil sejauh ini masih impor bahan baku benang.
Oleh karena itu, peningkatan ekspor tidak dapat dilakukan mengingat harga jual produk juga akan meningkat akibat tingginya harga bahan baku impor.
Menurut dia, peningkatan harga justru akan melemahkan daya saing Indonesia di pasar global.
Jika melihat sektor lain yaitu mebel, Ika menyatakan beberapa tahun terakhir ini ekspor mebel dari sentra kerajinan mebel Kabupaten Jepara terus mengalami penurunan.
“Khusus untuk mebel ini permasalahannya adalah adanya persaingan dari sisi desain. Banyak negara lain yang juga memproduksi mebel dengan desain yang lebih bagus dari Indonesia,” katanya.
Sementara itu, mengenai produksi oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Ika menyatakan sektor tersebut tidak terlalu mampu menjadi penolong atas kelesuan ekonomi yang terjadi saat ini.
“Kelesuan ekonomi ini juga berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat dalam hal ini konsumen. Jadi walaupun konten lokal mereka lebih tinggi, tetap tidak mampu mendongkrak produksi sektor UMKM,” katanya.
Belum lagi sektor UMKM harus menghadapi gempuran produk asal Tiongkok yang justru saat ini sedang mengalami devaluasi mata uang yuan. Menurutnya, banyak produk impor asal Tiongkok yang harganya jauh lebih murah dibandingkan produk asli Indonesia.
Meski demikian, ia berharap agar konsumen tetap mengutamakan produk lokal sehingga produksi industri khususnya skala kecil dapat tetap dilakukan.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka