Pelemahan rupiah ini seiring dengan hasil Unggulnya Donald Trump dari Partai Republik dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) 8 November 2017 direspon negatif oleh para pelaku pasar. Mata uang Asia sebagian besar langsung melemah begitu Donald Trump memimpin perolehan suara dibandingkan calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 15 poin menjadi Rp13.343, dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.328 per dolar AS.

“Pelemahan mata uang rupiah terhadap dolar AS bersamaan dengan kurs di kawasan Asia menjelang rilis notulensi pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada pekan ini,’ kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Rabu (22/2).

Ia menambahkan bahwa notulensi pertemuan FOMC akan memberikan petunjuk tambahan bagi investor mengenai kenaikan suku bunga AS. Seraya menunggu kepastian kebijakan fiskal Presiden AS Donald Trump, dolar AS diperkirakan stabil dengan kecenderungan naik.

“Di sisi lain, isu geopolitik yang memanas di Uni Eropa juga meningkatkan permintaan dolar AS,” katanya.

Selain faktor global, ia menambahkan bahwa fokus pelaku pasar uang juga masih tertuju pada angka inflasi Februari 2017 serta dinamika politik dalam negeri mengenai pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta.

“Ekspektasi kenaikan inflasi dan meningkatnya ketidakpastian politik di tengah Pilkada membuat ruang penguatan rupiah menjadi tertahan,” katanya.

Kendati demikian, ia mengatakan bahwa likuiditas dolar AS masih datang dari surplus neraca perdagangan Indonesia yang naik sehingga mencegah pelemahan rupiah terhadap dolar AS lebih dalam.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) menguat 12,11 poin atau 0,23 persen menjadi 5.353,10. Sedangkan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak menguat 3,03 poin (0,34 persen) menjadi 889,38.

Pergerakan bursa saham eksternal, termasuk IHSG masih dibayangi ketidakpastian ekonomi global terutama di sektor keuangan, situasi itu dapat membatasi laju bursa saham.

“Tidak hanya berasal dari rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS dan arah kebijakan negara itu, kondisi ekonomi di Eropa juga menjadi pemicunya. Sentimen ketidakpastian diperkirakan terus terjadi hingga Juni-Juli tahun ini,” katanya.

Dari sisi domestik, lanjut dia, penerimaan negara tahun 2017 dibayangi risiko meleset dari target karena momentum amnesti pajak berakhir pada Maret 2017.

Bursa regional, di antaranya indeks Hang Seng menguat 195,16 poin (0,81 persen) ke 24.158,79, indeks Nikkei turun 39,36 poin (0,20 persen) ke 19.342,08 dan Straits Times menguat 8,51 poin (0,31 persen) posisi 3.103,17.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka