Jakarta, aktual.com – Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan bahwa rupiah mengalami penguatan kembali, didorong oleh antisipasi potensi penurunan suku bunga utama di Amerika Serikat (AS).
“Rupiah masih berpeluang menguat hari ini meskipun sempat tertekan terhadap dolar AS kemarin,” kata Ariston dikutip dari Antara di Jakarta, Rabu (6/12).
Kurs rupiah terhadap dolar AS yang diperdagangkan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi mencatat kenaikan sebesar sembilan poin atau 0,06 persen, menjadi Rp15.496 per dolar AS dibandingkan dengan posisi sebelumnya Rp15.505 per dolar AS.
Ariston Tjendra mengemukakan bahwa antisipasi potensi pemangkasan suku bunga utama Amerika Serikat (AS) masih menjadi faktor pengaruh utama terhadap pergerakan dolar AS.
Para investor di pasar saham secara umum memprediksi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan tingkat suku bunganya pada pertemuan minggu depan. Data suku bunga berjangka juga menunjukkan kemungkinan sebesar 65 persen untuk penurunan suku bunga pada pertemuan The Fed bulan Maret, menurut alat FedWatch CME Group.
Sementara itu, terjadi penurunan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS, terutama untuk tenor 10 tahun, yang turun ke kisaran 4,18 persen dari posisi sebelumnya yang berada di kisaran 4,2-4,3 persen.
Para pelaku pasar masih tengah mengevaluasi data ekonomi terkini AS yang telah diumumkan dalam pekan ini, termasuk data ketenagakerjaan dan tingkat pengangguran.
“Pekan ini data tenaga kerja AS yang mulai dirilis Rabu malam hingga Jumat malam bisa menjadi mover rupiah terhadap dolar AS ke depan,” ujarnya.
Ariston memproyeksikan potensi penguatan rupiah menuju Rp15.450 per dolar AS, dengan tingkat resistensi sekitar Rp15.550 per dolar AS pada hari ini.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) giat melakukan intervensi di pasar valas untuk menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah, sebagai respons terhadap kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) atau Federal Funds Rate (FFR) serta penguatan mata uang dolar AS.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, sebelumnya menyatakan bahwa intervensi di pasar valas fokus pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Langkah-langkah tersebut merupakan bagian dari strategi BI untuk secara berkelanjutan memperkuat respons kebijakan guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Upaya lain yang dilakukan untuk memitigasi kenaikan FFR dan mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah adalah dengan menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selain itu, untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar, Bank Indonesia juga menetapkan tujuh jenis instrumen yang dapat menjadi instrumen penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) dan pemanfaatan atas instrumen penempatan DHE SDA tersebut untuk saat ini.
Tujuh instrumen tersebut adalah Rekening Khusus DHE SDA, Deposito Valas Bank, Term Deposit Valas DHE SDA, Promissory Notes Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Penempatan deposito valas yang dapat dimanfaatkan menjadi agunan kredit Rupiah, Swap Valas Nasabah–Bank, dan Swap Valas Bank–BI.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain