Petugas menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang BNI Melawai, Jakarta, Selasa (15/9). Nilai tukar rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang Federal Open Market Committee (FOMC), Selasa (15/9) menyentuh level Rp 14.408 per dolar AS atau melemah 0,52 persen dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.333 per dolar AS. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/ama/15

Jakarta, Aktual.com — Menguatnya rupiah beberapa  hari terakhir ini  disebabkan adanya 35 triliun dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia selama 2 bulan terakhir.

Namun, menurut Bhima, kehadiran dana tersebut tidak serta merta membuat rupiah akan bertengger pada posisi terbaik. Justru fenomena tersebut sangat beresiko terhadap rupiah.

“Tapi jangan senang dulu. Fenomena penguatan rupiah yang didorong oleh dana asing bisa beresiko. 35 Triliun bisa saja lari dari bursa ketika sentimen investor asing memburuk,” ujar Peneliti INDEF, Bhima Yudhistira ke Aktual.com, Jumat, (11/3).

Menurut Bhima, ketergantungan pada dana asing yang mencapai 63 persen di pasar modal dan 38 persen di surat utang berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi.

“Mengapa dana asing yang berbentuk hot money bisa bebas bergerak liar?. Salah satu kesalahan ada pada UU Lalu Lintas Devisa yang cenderung liberal,” bebernya.

Bhima membeberkan, otoritas moneter hanya bersikap pasif dan reaktif. Sementara itu perekonomian nasional dipertaruhkan ketika terjadi capital outflow.

“Solusi paling mendesak adalah merevisi UI lalu lintas devisa,” tandasny

Artikel ini ditulis oleh:

Eka