Jakarta, Aktual.com — Laju nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan pagi ini dibuka kian redup.

Berdasarkan data Bloomberg Dollar Indeks, Senin (24/8), mata uang Garuda bahkan menyentuh level Rp14.006 per dolar AS pagi ini. Laju rupiah melemah 65 poin atau terdepresiasi 0,44% dari level penutupan Jumat (22/8).

Menanggapi hal itu, VP Research & Analysis dari Valbury Asia Securities, Nico Omer Jonckheere mengatakan bahwa sejak devaluasi Yuan, masih ada 17 mata uang dari Negara berkembang lainnya yang turut melemah bahkan dengan angka pelemahan yang lebih besar.

“Jadi boleh disimpulkan bahwa pelemahan berjalan secara gradual dan terbatas. Tidak ada panic selling,” kata Nico Omer saat dihubungi Aktual di Jakarta, Senin (24/8).

Ia menjelaskan, meski terbatas, pelemahan ini juga akan berdampak pada perekonomian. Dimana konsumsi domestik akan sedikit turun karena bahan impor meningkat harganya, sehingga daya beli pun menurun.

“Tapi secara overall kita hanya mengikuti pelemahan yang dialami oleh currency yang lain juga di Asia. Pelemahannya masih sangat wajar dan terbatas,” ujar dia.

Ia memaparkan, secara makro ekonomi Indonesia masih bagus karena GDP growth masih diatas 4,5% dan inflasi year to date (ytd) masih sangat terkendali. “BI (Bank Indonesia) is doing a great job,” ucap dia.

Untuk mengantisipasi pelemahan lanjutan ke depan, menurutnya, BI perlu mempertahankan suku bunga dan intervensi ke bond market agar yield-nya tidak melonjak.

“Lagipula ketika bond market menguat lagi, BI bisa menjual dengan untung. BI akan berupaya agar rupiah ditutup di bawah Rp14.000. Ketika IHSG (IHSG) rebound, rupiah akan ikut menguat,” terang dia.

Menyoal pergerakan IHSG, Nico optimis indeks mampu rebound pada perdagangan hari ini. “Yess for sure. Support around 4100. Jika level ini bertahan, kita bisa rebound ke 4450. Technically bursa sudah sangat sangat sangat oversold atau jenuh jual,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh: