Karyawan penukaran mata uang asing menunjukkan mata uang dolar dan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (9/11). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada saat jeda siang ini kian terpuruk di zona merah. Rupiah ditutup terapresiasi tipis 0,02% atau 2 poin ke level Rp13.084 per dolar AS setelah diperdagangkan pada kisaran Rp13.058 – Rp13.099 per dolar AS. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) kian terkapar setelah merespon negatif terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS.

Pada perdagangan hari ini, pelemahan rupiah sempat mencapai Rp13.860 per USD pada pagi tadi. Angka ini tentu saja melebihi batas fundamental BI.

“Pelemahan (rupiah) ini tergolong cukup besar ya. Karena pergerakan rupiah ini di luar angka fundamental kita,” tandas Kepala Riset Koneksi Capital Alfred Nainggolan saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (11/11).

Untuk itu, kata dia, pihak otoritas moneter yakni Bank Indonesia (BI) untuk segera melakukan intervensi pasar guna menghambat pelemahan nilai tukar rupiah agar tidak terjadi pelemahan semakin dalam.

“BI jangan diam saja. Harus ada tindakan dari BI, karena stabilitas rupiah adalah kunci kepercayaan pasar terhadap Indonesia,” jelas dia.

“Selama ini, BI selalu mengklaim selalu ada di pasar, tapi saat ini belum terlihat (intervensinya). Apalagi penurunan rupiah capai 6 persen. Jika tak segera diantisipasi, efek negatif ke depannya akan kuat,” imbuh Alfred.

Alfred menambahkan, rupiah yang berada di atas Rp13.800-an sudah sangat mengkhawatirkan. Namun begitu, kata dia, kondisi ini tidak bisa mencerminkan perekonomian dalam negeri yang relatif lebih baik.

“Tapi kalau kita lihat kondisi ekonomi domestik memang cukup baik. Pemerintah mengklaim belanja pemerintah sudah berjalan positif. Menteri Keuangan yakin, belanja pemerintah sampai akhir tahun bisa sampai di atas 95 persen,” tandas dia.

Namun sayangnya, dia melanjutkan, kendati ekonomi domestik lumayan baik, tetapi pasar domestik masih khawatir terkait kebijakan Donald Trump yang dampaknya akan mengganggu perekonomian nasional, hingga bisa menggenjot inflasi Indonesia yang lebih tinggi di Kuartal IV-2016 ini.

“Artinya kebijakan Trump nantinya, dampak ke kita cenderung mendorong inflasi. Sementara (jika investasi) di sana akan ada yield yang tinggi. Maka wajar kalau ada capital outflow (dana keluar) dari emerging market ke arah AS,” jelasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka