“Selalu Pak Presiden mengatakan bahwa kurs dollar AS menguat di beberapa negara. Memang benar, ada pengaruhnya di beberapa negara, tetapi kondisi yang dialami Indonesia adalah yang terparah,” ujar Bambang.
Sementara Michael Wattimena anggota dari Fraksi Partai Demokrat, mengingatkan Sri Mulyani akan bahaya krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 silam. Terkait gejolak perekonomian saat ini, ia mempertanyakan pemerintah tidak mengajukan APBN Perubahan seperti yang dilakukan tahun 2015 lalu.
“Ibu Menteri juga selalu bilang tekanan terhadap nilai tukar dikarenakan kondisi di negara lain, kayak Turki, Argentina. Nanti minggu depan ada negara lain yang krisis, kita menyalahkan kondisi mereka lagi, tolong ini dijelaskan secara jujur, Bu Menteri,” cetus Michael.
Dalam kesempatan ini anggota dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Haerudin, juga ikut menyinggung mengenai risiko utang yang dinilai berpotensi meruntuhkan stabilitas negara. Dia meminta agar beban utang pemerintah jangan terlalu besar.
Karena pimpinan sidang, Agus Hermanto, minta agar agenda sidang dilanjutkan terlebih dahulu, sejumlah pandangan itu pun belum ditanggapi. Sri Mulyani mulai membacakan tanggapan pemerintah atas masukan sejumlah fraksi pada RAPBN 2019 dalam rapat paripurna sebelumnya.
Laporan : Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid