Moskow, Aktual.com – Moskow mendesak semua pihak, khususnya AS menahan diri dalam pernyataan terkait nuklir. Hal itu disampaikan juru bicara Istana Kremlin, Dmitry Peskov terkait pernyataan Presiden AS Donald Trump yang memerintahkan penempatan ulang kapal selam nuklir AS di dekat perairan Rusia.
”Semua orang harus sangat, sangat berhati-hati dalam retorika nuklir,” kata Peskov kepada wartawan di Moskow, Senin (4/8) waktu setempat. Hal tersebut adalah respon resmi pertama Kremlin terkait ”perang kata-kata” antara Trump dan mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev dalam beberapa hari terakhir.
Dilansir dari France 24, Peskov menyebutkan kalau kapal selam bersenjata nuklir AS yang ditempatkan di dekat Rusia sudah dalam status tugas tempur. ”Dalam kasus ini, jelas bahwa kapal selam AS sudah dalam tugas tempur. Ini adalah proses yang berkelanjutan, itu yang pertama,” ujar Peskov kepada para wartawan.
”Namun secara umum, tentu saja, kami tidak ingin terlibat dalam kontroversi semacam itu dan tidak ingin mengomentarinya dengan cara apa pun. Tentu saja, kami percaya bahwa setiap orang harus sangat, sangat berhati-hati dengan retorika nuklir,” tutur Peskov.
Namun Peskov menilai bahwa Rusia tidak melihat pernyataan Trump sebagai tanda meningkatnya ketegangan nuklir. ”Kami tidak yakin sedang membicarakan eskalasi apa pun saat ini. Jelas bahwa isu-isu yang sangat kompleks dan sensitif sedang dibahas, yang tentu saja dirasakan sangat emosional oleh banyak orang,” katanya.
Peskov menolak menjawab secara langsung saat ditanya apakah Kremlin telah mencoba memperingatkan Medvedev agar mengurangi ”pertengkaran” daringnya dengan Trump. ”Dengar, di setiap negara, para pemimpinnya memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap peristiwa yang sedang terjadi, sikap yang berbeda pula. Ada orang-orang yang sangat, sangat keras kepala di Amerika Serikat dan di negara-negara Eropa, jadi ini selalu terjadi,” kata Peskov lagi.
”Namun yang terpenting, tentu saja, adalah posisi Presiden (Vladimir) Putin. Anda tahu bahwa di negara kami, kebijakan luar negeri dirumuskan oleh kepala negara, yaitu Presiden Putin,” tandasnya.
Sementara itu, diketahui kalau Trump sudah mengonfirmasi kalau utusan khususnya, Steve Witkoff, akan melakukan kunjungan ke Rusia dalam pekan ini. Kunjungan dijadwalkan berlangsung menjelang batas waktu yang ditetapkan Trump bagi Rusia untuk menunjukkan kemajuan dalam penyelesaian konflik di Ukraina.
Sebelumnya, pada Senin (28/7), Trump memajukan batas waktu ultimatumnya terhadap Rusia, dari 50 hari menjadi 10 sampai 12 hari untuk berdamai dengan Ukraina. Kalau ultimatum tersebut tidak diindahkan, maka Trump memastikan akan memberlakukan sanksi baru terhadap Moskow, meski belum dijelaskan secara spesifik bentuk sanksi tersebut.
(Indra Bonaparte)

















