Jakarta, Aktual.com – Revisi UU 16/2004 tentang Kejaksaan dipertanyakan, khususnya terkait esensi pembahasan harmonisasi yang tidak menggodok catatan kritis draf RUU.
Praktisi hukum Andrea H. Poeloengan mengingatkan, perubahan signifikan hampir di seluruh pasal ini berpotensi memicu konflik antar lembaga penegak hukum.
“Perluasan kewenangan ini akhirnya akan mempersulit kontrol antar Criminal Justice System (CJS) dan mengarah kepada kemutlakan kewenangan jaksa dalam penegakan hukum,” kata komisioner Kompolnas periode 2016-2020 itu kepada wartawan, Senin (28/9) .
Salah satunya poin perubahan menyangkut perluasan kewenangan jaksa yang bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Perluasan kewenangan ini mencakup turut sertanya jaksa pada fungsi pengembangan penyidikan dan penyelidikan; penyadapan; dan melaksanakan mediasi penal. Perluasan kewenangan tersebut juga banyak tercecer pada berbagai pasal, misalnya pada penanganan isu HAM berat.
Apalagi pasal 18 menyebutkan bahwa Jaksa Agung dapat mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh negara.
Sementara itu, peneliti LIPI Hermawan Sulistyo berbagai keistimewaan lainnya di RUU tersebut, tidak berimbang dengan situasi dan kondisi kinerja kejaksaan.
“Jika dalam tugasnya jaksa minta dilindungi, lalu bagaimana dengan polisi dan KPK yang justru dalam menjalankan tugasnya bersentuhan langsung dengan para pelaku kejahatan. Polisi bahkan lebih mengerikan risiko tugasnya,” ujar pria yang disapa Kiki tersebut.
Menurut Kiki, berbagai tunggakan perkara yang menumpuk dan permasalahan Korps Adhyaksa, seharusnya melahirkan introspeksi dan lebih mengedepankan reformasi internal.
“Pembenahan internal untuk perbaikan Korps Adhyaksa agar lebih baik lagi saat ini lebih penting, ketimbang memburu berbagai keistimewaan dan kewenangan besar,” kata Kiki.
Kiki menyampaikan, catatan kritisnya terkait permintaan kewenangan untuk melakukan penyidikan lanjutan yang diusulkan dalam RUU Kejaksaan.
Hal tersebut dianggap menunjukkan indikasi adanya deal politik di DPR.
Sebab mengarah pada apabila perkara-perkara dimajukan oleh penyidik Polri, maka jaksa dapat menggunakan kewenangan diskresi dan kewenangan deponering.(RRI)
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i