Jakarta, Aktual.com – Aliansi Publik Indonesia (API) gelar diskusi virtual tentang Rancangan Undang-undang (RUU) Kejaksaan, Rabu (21/10) dengan tema diskusi yakni RUU Kejaksaan Tonggak Restorative Justice di Indonesia.
Dalam diskusi itu, Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, sebenarnya sudah ada Peraturan Jaksa Agung (Perja) soal restorative justice (RJ), tapi yang jadi masalah karena restoratif ini berbenturan dengan UU (UU Kejaksaan) dimana di UU itu, jaksa tidak memungkinkan melakukan keadilan restorative.
“Oleh karena itu sangat penting untuk diatur dalam RUU Kejaksaan yang baru soal restorative justice,” ujar Hikmahanto.
Lebih lanjut Hikmahanto mengatakan, materi yang ada di Perja Nomor 15 tahun 2020 (Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif) bisa dimasukkan di UU, tentu tidak perlu secara detail, yang detailnya bisa diatur di aturan turunannya.
Terakhir menurut Hikmahanto, tentu dalam UU harus ada mekanisme pencegahan terhadap penyalahgunaan dari oknum terkait penggunaan restoratif ini. Jangan sampai, pasal-pasal ini dimanfaatkan oleh oknum.
“Pencegahan juga harus diatur dalam RUU Kejaksaan, agar upaya pemerintah untuk memberi keadilan tidak diselewengkan oleh oknum-oknum tertentu,” tuturnya.
Sementara itu menurut Pakar Hukum dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad bahwa RUU Kejaksaaan terkait Restorative Justice langkah yang harus diapresiasi.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid