Jakarta, Aktual.com– Anggota Komisi XI DPR RI Mukhammad Misbakhun mengingatkan, poin penting dalam pembahasan rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Konsultan Pajak yang perlu didalami adalah terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai siapapun bisa menjadi kuasa pajak.
“Putusan ini menjadi pembicaraan serius oleh para konsultan pajak,” kata Misbakhun dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/5).
Dikatakan Misbakhun, para konsultan pajak tidak perlu terlalu khawatir terhadap putusan MK, lantaran pasal yang diuji materi adalah pasal mengenai ‘kuasa’ wajib.
Yakni, pada pasal 32 ayat 3(a) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) menyebutkan, pasal tersebut masih bersifat umum.
“Pasal tersebut masih bersifat umum, sehingga tidak ada istimewanya,” papar dia saat menjadi pembicara dalam seminar “RUU Konsultan Pajak: Fasilitas Perpajakan Terkini dan Penegakan Hukum Perpajakan” itu.
Tidak hanya itu, mantan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan itu menambahkan, filosofi dasar diusulkannya RUU Konsultan Pajak, karena konsultan pajak memiliki peran yang sangat strategis pada sistem penerimaan pajak.
Namun, landasan kerja konsultan pajak, kata dia, hanya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK), seperti disebutkan dalam pasal 33 UU KUP.
“Padahal profesi notaris, advokat, dokter, guru, dosen, arsitek, akuntan publik, diatur dalam undang-undang. Karena itu, konsultan pajak juga ingin profesinya dilindungi dan diatur dalam undang-undang,” sebut politikus Golkar tersebut.
Masih dikatakan dia, Misbakhun jika merujuk pada data Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), ia menyebutkan, di Indonesia ada sekitar 4.500 konsultan pajak. Padahal, denga jumlah konsultan pajak itu, masih sangat minim dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang saat ini lebih dari 250 juta jiwa.
“Idealnya Indonesia mempunyai sekitar 70 juta konsultan pajak,” pungkas salah satu pengusul RUU Konsultan Pajak ini.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang