Jakarta, aktual.com – RUU Perampasan Aset yang baru saja dimasukkan ke Prolegnas DPR RI 2025 pada dasarnya patut didukung sebagai instrumen penting pemberantasan korupsi. Regulasi ini dibutuhkan untuk merampas kembali kekayaan negara yang dimaling oleh koruptor sekaligus memperkuat komitmen penegakan hukum.
Namun, pengamat politik Iqbal Themi menegaskan bahwa kewaspadaan tingkat tinggi mutlak diperlukan. “Tanpa pengawalan yang serius, RUU Perampasan Aset bisa berubah menjadi pisau bermata dua: di satu sisi instrumen melawan koruptor, tapi di sisi lain bisa menjadi alat represi politik,” ujarnya, Jumat (12/9).
Menurut Iqbal, risiko itu muncul bila regulasi dijalankan secara subjektif dan tendensius untuk mengunci suara oposisi atau melemahkan tokoh kritis. Kondisi semacam itu akan membentuk iklim politik yang tidak sehat dan menimbulkan chilling effect terhadap demokrasi.
Ia menambahkan, dalam konteks politik Indonesia yang penegakan hukumnya masih kerap tebang pilih, regulasi ini juga bisa membuka ruang baru bagi eksekutif atau aparat hukum untuk mengendalikan elite politik yang dianggap berseberangan.
“Situasi tersebut bukan hanya mengancam kualitas demokrasi, tetapi juga berpotensi mengganggu keseimbangan kekuasaan,” jelasnya.
Iqbal juga menyoroti dampak terhadap DPR. Alih-alih menjalankan fungsi pengawasan secara kritis, parlemen bisa saja memilih jalur aman atau “politik cari selamat”. Anggota yang merasa rawan terjerat kasus hukum, lanjutnya, cenderung bersikap kompromistis ketimbang bersuara lantang.
Lebih jauh, dalam implikasi elektoral, instrumen ini bisa menjadi senjata politik yang tajam. Menjelang Pemilu atau Pilkada, partai pendukung pemerintah berpotensi menggunakannya untuk melemahkan lawan, sementara oposisi bisa menjadikannya isu untuk menyerang kredibilitas pemerintah.
“Karena itu, RUU Perampasan Aset harus benar-benar berjalan on the track sebagai instrumen pemberantasan korupsi. Desain dan implementasinya wajib menjamin kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas, tanpa memberi celah sedikit pun untuk dijadikan alat represi politik,” pungkas Iqbal.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















