Jakarta, Aktual.com – Kepala Departemen Advokasi dan Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yahya Zakaria, menilai saat ini orientasi pengelolaan sumber daya agraria dalam Rancangan Undang-undang Sumberdaya Air (RUU SDA) hanya diprioritaskan untuk kepentingan segelintir pihak semata.
“Saat ini, orientasi pengelolaan sumber agraria diprioritaskan untuk perusahaan, baik tanah, air hingga tambang. RUU atas air harusnya selaras dengan UUPA, bahwa sumber agraria, termasuk air tidak boleh dimonopoli oleh segelintir orang dengan alasan apapun,” ujarnya kepada Aktual, Senin (13/2).
Dalam keterangan tertulisnya, KPA sebagai anggota Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) bersama Aliansi Tolak Privatisasi Air mencermati situasi agraria di Indonesia sudah semakin buruk dengan kian terancamnya hak warga negara atas air.
Terlebih setelah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyatakan telah menyerahkan Naskah Akademik RUU SDA kepada Komisi V DPR RI akhir Januari lalu sebagai pengganti UU 7/2004 yang sebelumnya dibatalkan MK.
Dalam kajiannya, KNPA mengungkap bahwa UU SDA merupakan salah satu UU yang disusun melalui pinjaman program Bank Dunia (Water Resources Sector Adjustment Loan) sebesar US$ 300 juta.
UU ini juga didasari atas cara pandang baru terhadap air, yaitu sebagai barang ekonomi yang mendorong terjadinya komersialisasi, komodifikasi dan privatisasi air. Sehingga sebagai turunan, air sebagai barang ekonomi menjadi landasan utama dalam menyusun UU SDA.
Yahya Zakaria juga mengungkapkan penangkapan enam orang warga Cadas Sari dan Baros, Serang, Banten pada 6 Februari lalu. Mereka dituduh menggerakkan massa dan melakukan perusakan, tiga diantaranya ditetapkan tersangka tanpa proses surat panggilan dan BAP.
Ada semacam upaya kriminalisasi terhadap warga disaat mencoba menuntut haknya atas air. Warga menjadi korban kebijakan privatisasi sumberdaya yang dilakukan Pemda Pandeglang secara sistematis dengan menggusur tempat dan ruang hidup mereka.
KNPA dan Aliansi Tolak Privatisasi Air menyampaikan sejumlah tuntutan, salah satunya meminta KemenPUPR menghentikan praktek penyusunan kebijakan yang tertutup dan mengabaikan masukan masyarakat serta perintah konstitusi.
Tujuannya, menghindari terjadinya kembali praktek ‘Swastanisasi Terselubung’ yang dilegalisir lewat produk perundangan melalui RUU SDA.
Termasuk meminta pihak kepolisian membebaskan tiga orang warga yang telah ditetapkan tersangka dan segera memproses tindakan pelanggaran hukum PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) yang dianggap merampas hak-hak agraria warga Cadas Sari-Baros.
(Nelson Nafis)
Artikel ini ditulis oleh: