Jaksa Agung Prasetyo (kiri), Kapolri Tito Karnavian (kedua kiri), Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kanan) serta Staf Khusus Presiden Johan Budi (kanan) bersiap mengikuti acara evaluasi kinerja Polri dan Kejaksaan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (19/7). Presiden memberikan evaluasi kepada Kepolisian dan Kejaksaan terkait lima kebijakan yaitu diskresi tak bisa dipidanakan, tindakan administrasi pemerintahan juga tak bisa dipidanakan, potensi kerugian negara yang dinyatakan BPK masih diberi peluang selama 60 hari untuk dibuktikan kebenarannya serta harus konkret, kasus yang berjalan di kepolisan dan kejaksaan tak boleh diekspos ke media secara berlebihan sebelum masuk ke tahap penuntutan. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Citra bangsa Indonesia dibawah pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla mendapatkan tantangan besar. Semuanya bersumber dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Bangsa Indonesia kini oleh bangsa lain dicitrakan sebagai bangsa yang fanatik agama.

Citra tersebut terus menguat setelah Ahok kalah dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta. Ditambah lagi dengan vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menjatuhi Ahok dua tahun penjara dalam kasus penistaan agama. Sebelum itu, citra ditujukan pada aksi umat Islam yang menuntut penegakan hukum dan keadilan bagi Ahok.

Demikian disampaikan juru bicara Presiden era Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie M Massardi, Jumat (12/5) malam. Menurutnya, kondisi ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika penegak hukum sejak awal menjalankan tugasnya dengan baik.

Adhie mengungkapkan beberapa indikasi perbuatan tindak pidana yang dilakukan Ahok dimaksud. Yang, selama itu pula aparat penegak hukum terkesan mendiamkannya. Baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri hingga Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Kalau saja dari awal KPK masuk ke ranah ini dan tidak takut dengan dasar lebih mementingkan kemaslahatan bangsa dan kelangsungan NKRI, pasti tidak akan muncul penistaan agama dan kasus-kasus lainnya,” katanya.

Dugaan itu yakni dalam kasus reklamasi di Pantai Utara Jakarta, pengadaan bus TransJakarta, pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras, pembelian lahan di Cengkareng hingga triliunan rupiah dana nobudgeter dari pengembang.

Ditekankan, hampir semua kasus besar yang ditangani KPK diluar operasi tangkap tangan (OTT) berasal dari hasil audit BPK. Namun giliran audit BPK melibatkan Ahok, KPK justru menolaknya. Ahok kemudian kadung dianggap bersih karena aparat penegak hukum tidak pernah menjeratnya.

“Padahal bersih dari korupsi itu karena tidak melakukan, bukan karena tidak ditangkap. Jadi, KPK punya andil besar merusak citra bangsa di dunia internasional,” jelas Adhie.

Artikel ini ditulis oleh: