Untuk Polri, semestinya sejak awal menegakkan hukum dalam kasus dugaan penistaan dengan baik tanpa harus menunggu aksi umat Islam hingga berjilid-jilid. Kesan yang muncul justru Polri membiarkan aksi umat Islam terus bergulir dan melindungi Ahok.
Begitu halnya kejaksaan. Kata Adhie, kejaksaan dibawah kendali HM Prasetyo tidak berani menahan Ahok selama persidangan berlangsung. Prasetyo yang merupakan eks petinggi NasDem kembali bikin blunder dengan membuat tuntutan ringan untuk Ahok.
“Ini menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia,” tegasnya.
Umat Islam khususnya, mendapati itu semua dan tergerak untuk bergerak ke Jakarta. Umat Islam bergerak karena dalam banyak kasus dugaan tindak pidana Ahok selalu lolos. Berikut beberapa tokoh nasional, dari Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet dan aktivis lainnya yang selanjutnya diciduk dan ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan.
Mantan Menko Maritim Rizal Ramli, masih kata Adhie, jauh hari sudah mengingatkan melalui opininya di media ekonomi ternama di dunia yang terbit di New York, The Wall Street Journal. Rizal membaca fenomena muslim Indonesia dicitrakan tidak toleran.
Ia menulis orang luar hanya tahu Ahok memiliki posisi sulit sebagai politisi dengan etnis Cina dan beragama Kristen, memimpin Ibu Kota di negara yang mayoritas penduduknya muslim.
Mereka tidak melihat gaya kepemimpinan Ahok di tengah mayoritas warga yang sebenarnya moderat di Tanah Air, tidak tahu Ahok pelanggar HAM dan terindikasi korupsi.
Kini, semuanya sudah terjadi dan tidak ada jalan lain bagi aparat penegak hukum untuk mengembalikan fitrah dengan sebaiknya. Yakni berjalan di rel yang lurus dan benar. KPK disebutkan Adhie sudah saatnya ‘kembali’ ke Balaikota DKI Jakarta.
“Saatnya bagi KPK masuk ke korupsi di Balaikota yang melibatkan Ahok, agar masyarakat terbuka bahwa orang ini bukan orang bersih. Upaya penokohan seseorang dengan upaya manipulatif dan rekayasa harus sudah dihentikan,” pungkas Adhie.
Artikel ini ditulis oleh: