Jakarta, Aktual.com — Awal tahun 2015 bursa saham China bergerak perkasa. Bahkan, selama lima bulan tersebut, indeks saham China sempat tumbuh hingga 100 persen. Namun, pada Juni 2015 bursa saham China jatuh di level terendahnya. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran terhadap bursa saham yang mengalami bubble dan investor yang menggunakan utang untuk bertransaksi saham.
Siang ini, Indeks Shanghai Composite SSEC anjlok 6,4 persen. Sementara itu, Indeks Shanghai dan Shenzhen jatuh 6,7 persen.
Kendati demikian, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop mengatakan jatuhnya harga saham China belum memiliki pengaruh terhadap sektor riil di negara tersebut. Bahkan, kata dia, hal tersebut belum memiliki dampak terhadap ekonomi China.
“Bila dibandingkan dengan harga saham sebelumnya, ini tidak begitu berdampak signifikan,” ujar Diop di Jakarta, Rabu (8/7).
Lebih lanjut dikatakan Diop, jatuhnya saham-saham China belum mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Meskipun China sebagai mitra dagang terbesar di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
“Saat ini belum ada pengaruhnya terhadap dunia luar,” pugkasya.
Untuk diketahui, bursa saham China terutama indeks saham Shanghai dan Shezhen turun 30 persen dari level tertingginya dalam tiga minggu terakhir. Hal itu dipicu dari kekhawatiran terhadap bursa saham China alami bubble.
Pemerintah China pun mengambil langkah-langkah menyelamatkan bursa saham agar tak semakin terpuruk. Namun, hal itu justru dapat menjadi bumerang. Pasalnya, otoritas China mengatakan akan menyuntikkan modal untuk memberikan pinjaman. Hal ini agar mendongkrak pembelian saham.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka