Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida (kiri) didampingi Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK, Nur Rahman serta Dirut KPEI, Hasan Fawzi usai menyampaikan materi workshop Media Pasar Modal 2015 mengenai "Global Master Repurchase Agreement (GMRA) dan Pengembangan Instruktur Pasar Surat Utang di Padang, Sumatera Barat, (5/10). Kegiatan yang merupakan rangkaian 38 Tahun Diaktifkannya kembali Pasar modal Indonesia tersebut selain workshop juga diisi berbagai kegiatan berupa Bussiness Gathering, Forum Calon Investor, Roadshow kampus to campus, dan Peresmian Galeri investasi BEI Universitas Putra Indonesia YPTK Padang sebagai galeri ke 141 diseluruh Indonesia atau yang ke 25 yang diresmikan tahun 2015 ini. AKTUAL/EKO S HILMAN

Jakarta, Aktual.com — Penurunan saham-saham perbankan akibat isu net interest margin (NIM) dan suku bunga kredit telah membuat saham-saham perbankan anjlok.

Bahkan akibat hal itu, disebut ada dana keluar sebanyak US$5 miliar atau sekitar Rp67,5 triliun. Karena mereka banyak yang melakukan aksi jual.

Namun pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan, dana sebanyak itu tidak dalam bentuk capital outflow (modal keluar) melainkan sangat mungkin pindah pilihan saham atau portofolio investasi.

“Dana US$5 miliar itu belum tentu adanya capital outflow. Bisa jadi mereka itu switch ke saham lain. Yang tadinya di perbankan bisa saja dibelikan ke saham lain,” sebut Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal OJK, Nurhaida, Rabu (24/5) malam, di Jakarta.

Bahkan bisa jadi para pelaku pasar itu melakukan ke portofolio obligasi. Salah satu di Surat Utang Negara (SUN). “Sebab dalam beberapa hari ini, pembelian SUN cukup tinggi. Jadi tidak otomatis adanya aksi beli itu tidak dibawa keluar negeri,” imbuh dia.

Keyakinan Nurhaida ini karena laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi yang paking positif di dunia, selain bursa saham Thailand.

“Apalagi di minggu lalu hanya IHSG yang positif, bursa regional dan global semua memerah. Artinya transkasi di pasar modal terutama saham itu terus meningkat,” jelasnya.

Selama ini, kata dia, para pelaku pasar telah salah memaknai kebijakan regulator. Pihaknya justru tidak membatasi NIM perbankan, melainkan hanya akan memberikan insentif kepada bank yang efisien.

“Kalau bank itu efisien maka NIM-nya pasti rendah, dengan NIM rendah BOPO (biaya operasional terhadap pendapatan opersional) juga rendah. Maka kami akan berikan insentif, bukan pembatasan (NIM),” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan