Denpasar, Aktual.com — Saksi untuk kasus penelantaran anak yang menjerat Margriet, Francky Alexander Maringka 46 tahun mengakui jika ENG sekolah dengan cara berjalan kaki.
Awalnya, tiga minggu sejak Francky beserta keluarganya dari Pekanbaru tinggal di rumah Margriet, ENG selalu diantar menggunakan mobil menuju sekolah.

“Diantar perginya, pulangnya sendiri,” kata Francky di Mapolda (18/6).

Tapi setelah tiga minggu berlalu, kata dia ENG pergi pulang sekolah berjalan kaki. Francky mengaku sering mengingatkan ENG untuk bergegas mandi karena mesti pergi ke sekolah.
“Tapi dia bilang nanti dulu, mama belum suruh,” kata Francky menirukan ucapan ENG sembari terus bekerja.

Sementara untuk asupan gizi, Francky mengaku miris. Betapa tidak, sehari makan saja untuk anak seusianya dianggap masih kurang. Sementara ENG hanya diberi makan sehari sekali. Itupun dengan lauk seadanya.

“Kalau dia kerjanya bagus, baiklah nasibnya. Dapat makan pagi dan malam. Tapi kalau tidak, ya sekali saja makannya,” katanya.

Lauknya pun, sambung dia hanya bakwan jagung. Sementara di dalam kulkas, banyak sekali terisi daging ayam, daging sapi, ada ikan serta makanan bergizi lainnya. “Tapi itu untuk persediaan makanan anjing. ENG ya makan bakwan jagung,” ucapnya.

Sementara itu Yuliet Christien 41 tahun, kerabat Francky yang pernah tinggal di rumah ENG tak menampik pernah melihat luka lebam di tubuh boceh berparas ayu itu. Luka lebam itu hampir merata di sekujur tubuh bocah mungil tersebut.

Dia mengetahui luka lebam tersebut kala ENG naik ke lantai atas untuk bermain bersama Abel, Anak Yuliet. “Ada banyak luka lebam. Tapi dia itu tidak pernah bilang. Saya hanya dengar teriakan (ENG) saja dari dalam kamarnya,” paparnya.

Hal senada dituturkan Loraine 58 tahun, tante Francky dan Yuliet yang pernah tinggal tiga bulan di rumah ENG. Memang ENG terlihat kumuh kala hendak pergi ke sekolah. Apalagi sejak Margriet berlibur ke Pekanbaru dan ENG tak diajak.
“Dia (ENG) kotor, saya akui itu. Dari jauh (Margriet telepon) tolong cucikan bajunya, saya cucikan. Saya rapikan dia ke sekolah. Saya kepang, saya potong rambutnya,” katanya.

Sesungguhnya, kenang Loraine, ENG bukan tipikal bocah pendiam. “Dia bukan bukan pendiam. Dia tertekan dari ibunya. Dia juga tidak pernah berbohong, anak jujur. Dia itu anak pintar,” kata Loraine.

Dia melanjutkan, suatu ketika dia pernah melihat ENG memakan Oreo. Begitu dilihatnya, ternyata biskuit tersebut sudah melewati masa layak konsumsi. “Sudah kadaluarsa. Saya coba, rasanya tidak enak. Saya tanya, ENG siapa yang kasih. Dia jawab mama,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu