Jakarta, Aktual.co — Saksi yang dihadirkan di sidang terdakwa Bambang Djatmiko mengungkapkan pemberian uang antara PT Media Karya Sentosa (MKS) kepada bekas Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron agar mendapat penyaluran gas alam ke Gili Timur dan Gresik.
“Ada pemberian untuk Bangkalan senilai Rp 700 juta. Perintah pemberian uang pada akhir November untuk diserahkan pada 1 Desember 2014,” kata Manajer Keuangan PT MKS Andi Andhiani Rinsia dalam sidang terdakwa Bambang Djatmiko di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (9/3).
Dalam dakwaan, disebutkan uang Rp 700 juta dari PT MKS diserahkan oleh seorang bermana Abdur Rouf di gedung AKA Jalan Bangka Raya No 2 Pela Mampang Prapatan, setelah pada 28 November 2014 Fuad Amin mengingatkan Antonius untuk memberikan uang bulanan kepada Fuad Amin. Pada tanggal itu juga KPK menangkap Abdur Rouf dan Antonius.
“Saya selalu diingatkan pada akhir November oleh Pak Bambang, tapi untuk Rp 700 juta menurut versi keuangan saya itu tidak resmi karena tidak ada in voice.”
Andiani secara rutin mengeluarkan dua jenis pengeluarkan untuk PT MKS yaitu pertama uang yang tercatat dalam in voice dengan keterangan kompensasi kerja sama kepada Perusahaan Daerah Sumber Daya dan satu pengeluaran lagi yang bernama “representative expense” yang tidak dicantumkan dalam in voice dengan besaran uang sesuai permintaan Antonius.
Dalam dakwaan, PD Sumber Daya adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Bangkalan yang mewakili kepentingan pemerintah daerah untuk membeli gas bumi dari Kodeco untuk pembangkit listrik Gili Timur dan Gresik. PT MKS mengikat kerja sama dengan PD Sumber Daya dengan bantuan Fuad Amin sejak 3 Desember 2007 dengan imbalan pembagian keuntungan kepada PD Sumber Daya.
“Pernah Pak (Antonius) Bambang mengatakan satu-dua kali uang itu untuk Bupati Bangkalan. Kisaran uangnya saya tidak ingat tapi seperti yang ada di BAP (Berita Acara Pemeriksaan).”
Andiani mengaku bahwa pengeluaran kompensasi kerja sama diberikan sejak Oktober 2011 dengan besaran pada awalnya adalah Rp 1,5 miliar, lalu besaran tersebut berkurang menjadi Rp 825 juta pada pada Januari 2014. Sedangkan pengeluaran “representative expense” awalnya senilai Rp 200 juta namun membesar menjadi Rp 700 juta.
“Kalau Rp 1,5 miliar itu saya transfer sedangkan Rp 700 juta itu ‘cash’. Saya antarkan ke ruangan pak Bambang yang rutin saya berikan setiap akhir bulan.”
Namun Andiani juga mengaku sebelum rutin memberikan uang Rp 200 juta-Rp 700 juta setiap bulan, Bambang juga pernah meminta uang dengan besaran yang berbeda-beda.
“Ada permintaan yang tidak rutin beberapa kali, tapi setelah rutin nilainya Rp 200 juta kemudian Rp 700 juta.” Sehingga menurut Andiani, besaran uang yang diberikan PT MKS seluruhnya adalah sekitar Rp 30 miliar.
Andiani mengaku tidak mengetahui apakah ada perjanjian kerja sama yang menjadi dasar hukum antara PT MKS dan PD Sumber Daya sehingga perusahaannya rutin menyetor uang ke perusahaan daerah di Bangkalan tersebut.
“Perjanjiannya saya tidak pernah lihat. Hanya saya dapat fotokopi untuk memandu pemberian tersebut secara bertahap yang jumlah keseluruhannya Rp30 miliar karena pembayarannya bervariatif,” ujar dia.
Fuad juga mengaku direksi mengetahui pemberian uang tersebut karena pengeluaran uang dilaporkan setiap akhir bulan ke direksi. Selain kepada Fuad, Andiani juga mengaku bahwa Antonius pernah meminta uang “representative expense” untuk Pertamina EP, BP Migas dan PT Pembangkit Jawa Bali.
“Beberapa kali Pak Bambang minta uang tapi tidak tahu untuk siapa, saya mencatatnya sebagai ‘representative expense’.”
Sedangkan Bendahara PD Sumber Daya Mariatul Kiptiah mengaku menerima uang dari PT MKS untuk PD Sumber Daya hingga Rp 78,3 miliar.
“Penerimaan dari PT MKS sejak September 2011 sampai November 2014 totalnya Rp 78,3 miliar,” kata Mariatul dalam sidang yang sama.
Uang itu setelah dikirim langsung didepositokan dan tidak dikeluarkan lagi. “Kita menerima bervariasi ada Rp 1 miliar, Rp 2,5 miliar, Rp 4,5 miliar, tapi sejak 2013 kita terima Rp 1,5 miliar lalu pada Maret 2014 kita terima Rp 825 juta. Kita mencatatnya penerimaan dari PT Media Karya Sentosa,” ungkap Mariatul.
Uang yang kemudian didepositokan itu menurut Mariatul pernah dicairkan untuk pemelian tanah atas nama Abdul Razak, tapi bukan untuk diberikan ke Fuad Amin.
“Tidak untuk Fuad Amin, tapi untuk operasional PD Sumber Daya seperti pembayaran gaji karyawan, direktur, pembelian alat kantor,” ujar Mariatul.
Uang itu pun pernah disetor menjadi Pendapatan Asli Daerah pada 2012 senilai Rp 15 miliar tapi mengalir lagi ke PD Sumber Daya sebagai penyertaan modal dari Pemda. “Baru kasih PAD pada 2012 sekali, tapi dikembalikan lagi ke PD Sumber Daya sebagai penyertaan modal dari pemda.”
Antonius didakwa bersama dengan direksi PD MKS memberikan Rp 18,85 miliar kepada Fuad Amin agar Fuad mengarahkan tercapainya perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya (PD) serta memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.
Antonius dikenakan pasal 5 ayat 1 huruf b subsidair pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidan akorupsi sebagiamana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu