Jakarta, Aktual.com — Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) menilai aparat Kepolisian Polda Metro Jaya telah melakukan tindakan yang keliru dalam pelarangan aksi demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, 2 Juni 2016 lalu. Aksi dilakukan Aliansi Gerakan Selamatkan Jakarta (GSJ).
Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Krisna Murti, beralasan pelarangan tersebut atas dasar Peraturan Gubernur 228 Tahun 2015. Yakni mengenai larangan aksi demonstrasi diluar tiga tempat yang sudah disediakan.
“Pernyataan itu sungguh aneh, terlebih lagi Gubernur Ahok juga ikut-ikutan menyatakan hal yang sama. Padahal setahu saya Pergub 228 sudah dicabut dan diganti dengan Pergub 232 tahun 2015, ini sebuah kesalahan fatal,” tegas Presiden Geprindo, Bastian P Simanjuntak, dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/6).
Beberapa perubahan dalam Pergub 228 menjadi Pergub 232, diantaranya menyangkut lokasi yang diperbolehkan untuk berdemo masing-masing Parkir Timur Senayan, Alun-alun demokrasi DPR/MPR RI dan Silang Selatan Monas. Ketiga lokasi tersebut dalam Pergub 232 dihapus, penghapusan juga menyangkut waktu aksi pukul 06.00-18.00 WIB.
Pergub 232 juga menghapuskan larangan demo berkonvoi, jual-beli makanan/minuman pada saat aksi berlangsung, serta penghapusan aturan mengenai pembubaran aksi oleh Satpol PP dan atau polisi bila aksi digelar diluar 3 lokasi tersebut.
“Dengan demikian Polda Metro Jaya tidak berhak membubarkan massa aksi yang hendak masuk dan berdemo di depan gedung KPK lama. Pada tanggal 2 Juni 2016, saya berada di lokasi, dimana pada saat itu saya melihat aparat kepolisian sangat kasar dalam mengusir massa aksi yang hendak turun dari Metromini tepatnya di depan Gedung KPK lama,” beber Bastian.
Pasukan polisi raider, ungkap dia, dengan menggunakan sepeda motor menghalang-halangi metromini yang membawa massa aksi Geprindo, Laskar Priboemi, Orang Kita, masyarakat korban gusuran pasar ikan, dll. Polisi kemudian menggiring Metromini menjauhi kawasan Gedung KPK.
Bahkan, menurut kesaksian koordinator massa aksi dari korban gusuran pasar ikan, dua Metromini mereka digiring sampai ke depan pintu tol. Demikian juga dengan ribuan massa aksi aliansi GSJ dari KSPI yang telah berhasil memasuki Jalan diseberang Gedung KPK. Mereka akhirnya terpaksa pindah ke gedung KPK baru akibat digiring oleh aparat kepolisian dalam jumlah besar.
“Tindakan kasar aparat kepolisian terhadap massa aksi sudah mengancam demokrasi kita yang selama ini sudah berjalan dengan baik paska reformasi 98, apalagi jika ternyata Polda Metro Jaya salah menggunakan payung hukum yaitu menggunakan Pergub 228 yang sudah tidak berlaku lagi,” kata Bastian.
“Ternyata polisi salah menggunakan dasar hukum, apa yang akan terjadi sungguh memalukan. Ini sangat berbahaya bagi demokrasi ke depannya. Saya berharap Kapolda segera mengklarifikasi dan memohon maaf atas kesalahan yang telah dilakukan oleh jajaran di bawahnya dan hal ini tidak boleh terjadi lagi,” sambungnya.
Artikel ini ditulis oleh: