Dua pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3). Direktorat Jenderal Pajak membuat peta zona potensial pajak untuk mencapai target penerimaan pajak sebesar Rp1.360,1 triliun pada 2016. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama/16

Jakarta, Aktual.com – Ketua Pusat Kajian Ekonomi Politik UBK, Salamuddin Daeng menyamakan rejim Jokowi dengan zama Kolonial penjajahan. Kesimpulan itu diperoleh setelah meninjau pemerintahan Jokowi sepenuhnya mengandalkan pajak untuk menjalankan roda pemerintahan.

“Selama pemerintahan Sukarno dan Soeharto, pajak hanya sebagai pelengkap. Sumber utama untuk membiayai negara adalah hasil pengelolaan kekayaan alam oleh negara. Rejim keruk pajak adalah sifat dan watak daripada kolonialisme. Sementara Jokowi pajak dikeruk dan kekayaan alam di jual ke asing,” kata Daeng, di Jakarta, Jumat (17/6).

Dia mengulas kembali bahwasanya tujuan dari proklamasi Kemerdekaan 17 agustus 1945 adalah untuk membebaskan bangsa dan rakyat Indonesia dari penghisapan dan penindasan kolonialime yang telah memabawa penderitaan lahir batin.

Selama era kolonialisme tersebut, kekayaan alam bangsa Indonesia diangkut ke negara negara imperialis. Rakyat Indonesia dipaksa bekerja dalam tekanan penindasan dan penghisapan. Sementara pada saat yang sama rakyat dipaksa membayar pajak  dan berbagai pungutan kepada pemerintah kolonial.

Pancasila dan UUD 1945 yang asli adalah system yang dibangun untuk melepaskan rakyat Indonesia dari penghisapan dan penindasan kolonial. Mengahiri eksploitasi kekayaan alam oleh kaum imperialis, mengakhiri kerja paksa seperti rodi dan romusha suatu system kerja yang hanya menghasilkan sesuap nasi dan mengahiri seluruh system pajak kolonial yang sangat menghisap.

“Itulah mengapa dalam UUD 1945 perekonomian disususun berdasarkan azas kekeluargaan, bumi air dan kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat, dan cabang cabang produksi yang penting bagi negara, dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat,” tulisnya.

Namun lanjutnya, belakangan ini Pemerintahan Jokowi justru menjalankan strategi kolonialme secara lebih ekploitatif. Pemerintahan Jokowi sangat berambisi mendapatkan pajak yang besar. Mengapa? semua gara-gara pemerintah membutuhkan banyak uang untuk merealisasikan ambisi membangun berbagai mega proyek seperti kereta cepat, jalan tol, pelabuhan, bandara, listrik 35ribu  megawatt dan berbagai mega proyek lainnya.

“Kemudian proyek itu untuk dibagi-bagikan kepada kolega pemerintah yang mendapat jaminan pemerintah, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari pajak,” terang Daeng.

Apalagi kata Daeng, ambisi untuk mendapatkan pajak yang  besar tersebut justru dilakukan disaat kondisi perekonomian sedang melemah. Daya beli masyarakat jatuh akibat inflasi yang tinggi. Banyak perusahaan nasional gulung tikar dan banyak perusahaan asing kabur dari Indonesia. Sementara perusahaan sektor komoditas seperti perusahaan minyak, batubara, tambang mineral, sawit, yang selama ini menopang penerimaan pajak pemerintah tengah bangkrut akibat jatuhnya harga komoditas di pasar internasional.

“Dalam kondisi rakyat yang serba terjepit itu, Pemerintahan Jokowi malah menyasar harta kekayaan, tanah, bangunan, tabungan dan asset lainnya sebagai sasaran pengerukan pajak. Pemerintah Jokowi bahkan telah meminta akses kepada bank untuk mengorek tabungan masyarakat agar bisa dikenakan pajak,” tukasnya.

Selain itu pemerintah juga memberlakukan tax amnesty agar masyarakat secara sukarela melaporkan pendapatanya dan harta kekayaannya, untuk selanjutnya akan diampuni pajaknya namun dengan kewajiban membayar denda. Semua dilakukan untuk mendapatkan uang sebagai sumber pembiayaan pemerintahan yang korup.

Sementara kekayaan alam Indonesia di darat dan dilaut seperti minyak, gas, emas, perak, tembaga, kekayaan mineral lainnya, batubara, komoditas perkebunan, seluruhnya diserahkan kepada asing. Seluruh sektor ekonomi strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak, semuanya dapat dikuasai mayoritas oleh modal asing. Negara dimiskinkan, rakyat dibuat menderita, dikeruk dan dipakasa membayar berbagai pungutan.

“Strategi pajak Pemerintahan Jokowi tersebut adalah mengulangi kolonialisme dan bahkan mungkin lebih kejam dari apa yang dijalankan pada era kolonial. Oleh karena itu rakyat dan bangsa Indonesia wajib melawan pajak kolonial Pemerintahan Jokowi,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka