Jakarta, Aktual.com – Wakil Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengungkapkan alasan terpilihnya hakim Suhartoyo menjadi ketua MK menggantikan Anwar Usman.
Saldi mengatakan hanya dirinya dan Suhartoyo yang dicalonkan sebagai Ketua MK. Sedangkan enam hakim konstitusi lain tidak bersedia, sementara Anwar memang tak diperbolehkan mencalonkan dan dicalonkan lagi sebagai Ketua MK.
Saldi menyebut hakim Arief Hidayat tak ingin mengisi peran sebagai pimpinan. Kemudian, hakim Manahan M.P dan Wahiduddin Adams akan segera pensiun. Sisanya, dia tak menjelaskan lebih jauh.
Ketujuh hakim pun kemudian secara musyawarah mufakat menyetujui Suhartoyo terpilih sebagai Ketua MK mengantikan Anwar Usman. Salah satu alasannya karena latar belakang pengalaman. Saldi pun tetap jadi Wakil Ketua MK.
“Yang Mulia Suhartoyo sudah delapan tahun di MK ya, saya 6,5 tahun,” kata Saldi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/11).
“Itu pertimbangan yang kita baca kenapa tadi tujuh orang lain itu memunculkan nama kami berdua,” imbuhnya.
Suhartoyo pun bersedia ditunjuk sebagai pengganti Anwar Usman. Dia mengklaim kesanggupan itu datang karena ada panggilan dan permintaan dari para hakim konstitusi.
“Secara faktual memang nama ini hanya berdua, sehingga kalau beliau-beliau sudah memberikan kepercayaan, kemudian kami berdua juga kemudian menolak, sementara ada di hadapan mata kita MK ini ada sesuatu yang harus kita bangkitkan kembali kepercayaan publik,” ujar Suhartoyo.
“Berdasarkan pertimbangan itu tentunya kepada siapa lagi kalau kemudian permintaan itu kemudian tidak kami sanggupi,” tambahnya.
Sebelumnya, Anwar dinilai terlibat benturan kepentingan dalam memutuskan perkara 90 soal syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Sebab, putusan itu membuat Gibran Rakabuming Raka yang merupakan keponakan Anwar bisa maju sebagai cawapres di Pilpres 2024 meskipun belum memenuhi syarat usia minimal 40 tahun di UU Pemilu.
Lewat putusan perkara 90, mahkamah membolehkan seseorang berusia di bawah 40 tahun jadi capres atau cawapres selama berpengalaman jadi kepala daerah yang dipilih melalui pemilu.
Majelis Kehormatan MK pun memberhentikan Anwar dari jabatan Ketua MK karena dianggap terbukti melakukan pelanggaran etik berat.
Selain diberhentikan sebagai Ketua MK, Anwar juga tidak dapat mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Ia juga dilarang terlibat dalam urusan sengketa hasil pemilu dan pilkada yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi
Jalil