Terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Samadikun Hartono (tengah) dikawal Kepala BIN Sutiyoso (kedua kiri) serta pengawal lainnya usai turun dari pesawat di Bandara Halim PK, Jakarta, Kamis (21/4/2016) malam. Samadikun Hartono akhirnya ditangkap di Shanghai, China setelah buron selama 13 tahun terkait penyalahgunaan dana BLBI sebesar Rp 169,4 Miliar di tahun 2003.

Jakarta, Aktual.com — DPR RI mempercayakan aparat penegak hukum untuk memburu buronan kelas kakap lainnya, pasca ditangkapnya koruptor kasus Bantuan Likuiditas ‎Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono, Kamis Lalu (21/4).

Badan Intelejen Nasional dituntut segera menemukan para koruptor yang bersembunyi di luar negeri. Begitupula Kejagung yang bertindak sebagai eksekutor dalam pengadilan.

“Tim pemburu ‎koruptor itu harus benar-benar bekerja secara efektif,” ujar Anggota Komisi III DPR Supratman Andi Atgas, di Jakarta, Sabtu (23/4).

Supratman mengingatkan jangan sampai ada kesan selama 13 tahun para buron koruptor itu dibiarkan lalu lalang di negara lain. Ia pun mendorong agar ada perjanjian ekstradisi untuk mengidentifikasi keberadaan mereka.

Pasalnya, melihat dari teridentifikasinya buron kasus hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp546 miliar, Djoko S. Tjandra di Papua Nugini yang tidak bisa ditangkap lantaran Indonesia tidak memiliki perjanjian hubungan ekstradiksi. ‎Karena itu, ia berharap agar ada pendekatan dengan negara-negara sahabat untuk membuat perjanjian ekstradisi.

“Terutama kepada mereka (negara) yang selama ini dianggap sebagai surga bagi para orang-orang yang bersembunyi dari kejaran negara,” tuturnya. ‎

Sementara, Supratman  mengungkapkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus BLBI tercatat sekitar Rp174 triliun dari 42 bank yang bermasalah. Namun, jika ditingkatkan menurutnya menjadi 65 bank nasional yang dikelola oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada saat itu, maka total kerugian negara mencapai Rp680 triliun.

‎Oleh sebab itu, ia juga meminta agar kejahatan BLBI yang berada di dalam negeri juga diusut.

“Ini yang harus diungkap karena audit BPK sudah menjelaskan berapa besar kerugian negara,” katanya.

Supratman menambahkan baik BIN, kejaksaan agung maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mendorong ditemukannya pihak-pihak yang merugikan negara. Hal itu guna mengembalikan aset negara yang dicuri.

“Negara dalam keadaan sulit. Apalagi kita devisit kurang lebih sekitar Rp300 triliun tahun ini,” pungkas Politisi Partai Gerindra itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan