Jakarta, Aktual.com — Pemerintah Kota Samarinda, Kalimantan Timur, telah menyiapkan lahan seluas empat hektare untuk membangun rumah ibadah enam agama di satu lokasi terpadu.

“Pemerintah Kota Samarinda berencana mendirikan enam rumah ibadah dalam satu kompleks yang sama yakni, masjid bagi umat Islam, gereja Katolik, gereja Protestan, pura untuk umat Hindu, vihara untuk penganut agama Buddha dan kelenteng bagi pemeluk agama Kong Hu Cu,” ungkap Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang, Rabu (14/10).

Lahan seluas empat hektare yang disiapkan untuk pembangunan enam rumah ibadah di lokasi terpadi itu, kata Syaharie Jaang, berlokasi di Jalan Jakarta 1, Kecamatan Sungai Kunjang.

“Awalnya, lahan yang disiapkan seluas enam hektare, tetapi dua hektare digunakan untuk pengembangan SMKN 12, SMAN 14 dan SMPN 38 yang saat ini masih berstatus menumpang dan sisanya, empat hektare akan digunakan membangun enam rumah ibadah di kompleks terpadu tersebut,” kata Syaharie Jaang.

Syaharie Jaang mengatakan, telah meminta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), agar segera menyelesaikan persoalan administrasi menyangkut lahan di lokasi tersebut kemudian melakukan pemetaan dan pembagian lokasi untuk enam rumah ibadah sesuai jumlah umat.

“Selanjutnya, dalam waktu dekat bisa segera dilakukan pembangunan. Harapannya, lokasi tersebut nantinya bisa menjadi lokasi wisata religi,” katanya.

“Selama ini, sudah sering saya tegaskan, bahwa dalam hal pembangunan maupun pelayanan kepada masyarakat, tidak boleh ada pembedaan. Walaupun berasal dari berbagai latar belakang suku, agama serta perbedaan sektarian lainnya tetapi semuanya merupakan masyarakat Samarinda, sehingga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan serta menikmati hasil pembangunan di kota ini,” ujar Syaharie Jaang.

Selain menjadi lokasi wisata religi, rencana pembangunan enam rumah ibadah di satu kompleks yang sama itu juga sebagai simbol keberagaman dan perdamaian di Samarinda.

“Itu menandakan bahwa Samarinda sebagai miniatur Indonesia yang terdiri atas berbagai macam suku dan dan agama, namun tetap hidup berdampingan secara baik dan saling menghargai satu sama lain,” ujarnya.

“Pendirian rumah ibadah tersebut dimaksudkan bagi masyarakat sekitar yang selama ini kejauhan jika hendak beribadah,” ungkap Syaharie Jaang.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka