Imam Besar FPI Rizieq Syihab didampingi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjawab pertanyaan wartawan saat datang di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2017). Kedatangan Rizieq itu untuk menyampaikan aspirasi. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Imam Besar Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab menemui Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1). Kedatangannya tersebut dimaksudkan untuk meminta peran sekaligus melaporkan beberapa hal yang dianggapnya tidak adil kepada DPR.

Pertama, Rizieq melaporkan tentang penegakkan hukum dimana ada sejumlah laporan masyarakat menyangkut penistaan agama maupun lainnya tidak diproses dengan baik di kepolisian. Bahkan, pelapor justru di kriminalisasi.

“Kalau ada ustad, ulama, atau tokoh agama yang dipersoalkan begitu cepat sekali diproses atau dengan kata lain singkat saja. Yang saya laporkan adalah kriminalisasi ulama dan itu yang kami tidak terima. Kami minta peran dari DPR RI untuk bisa mengkomunikasikan persoalan ini dalam rangka untuk Penegakkan hukum,” ujar Rizieq di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1).

Kedua, lanjutnya, FPI menyampaikan kegalauan masyarakat tentang adanya logo mirip ‘Palu Arit’ di atas uang kertas baru. Pihaknya meminta kepada Bank Indonesia (BI) bukan hanya mengklarifikasi tapi juga harus bertanggungjawab atas persoalan tersebut.

“Kita dorong persoalan ini ke DPR agar segera bisa diatasi. Karena persoalan simbol bukan persoalan main-main,” tegas Pembina GNPF MUI ini.

Menurutnya, simbol “Palu Arit” dalam mata uang Rupiah merupakan penyebarluasan daripada paham komunisme atau paham PKI dalam segala bentuk perwujudan. Termasuk dalam bentuk logo dan dilarang oleh TAP MPR Nomor 5 Tahun 1966 dan juga UU nomor 27 tahun 1999, serta dalam KUHP dalam pasal 107 a, b, c, d sampai e.

“Saya pikir enggak mungkin lah polisi tidak tahu pasal-pasal tersebut,” cetus Rizieq.

“Maka itu kami protes keras. Kami masyarakat melaporkan persoalan ini kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti,” tambah dia.

Ia pun mngkritisi sikap Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M. Iriawan yang mengatakan protes tersebut sebagai penghasutan dan fitnah. Serta, protes itu sebagai penghinaan terhadap Pemerintah.

“Tugas polisi itu adalah menindaklanjuti persoalan hukum, bukan polisi itu menganalisa atau menjadi alat politik untuk menindak pihak-pihak yang tidak disukai. Nah ini yang kami sampaikan,”

“Jangan ada krimininalisasi ulama. Kedua jangan ada legalisasi dan legitimasi terhadap logo Palu arit atau mirip Palu arit dalam bentuk apapun karena itu melanggar perundang-undangan,” pungkasnya.

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby