Jakarta, aktual.com – Membangun sebuah kekeluargaan, kekerabatan dan juga pertemanan adalah sebuah tindakan daripada menyambung Silaturahmi, sedangkan melakukan permusuhan, kedengkian kepada sesama dan kebencian merupakan salah satu tindakan memutus silaturahmi.
Menyambung Silaturahmi sangatlah dianjurkan oleh setiap Muslim kepada saudaranya sesama Muslim, karena hubungan kemanusiaan merupakan salah satu ciri dari baiknya hubungan kepada Allah Swt.
Maulana Syekh Yusri Rusydi Sayyid Jabr al-Hasani menjelaskan bahwa diantara tanda-tanda membuat kerusakan di muka bumi adalah memutus tali silaturahmi dan merusak hubungan antar sesama. Hal ini adalah sebagaimana baginda Rasulullah Saw mentafsiri firman Allah Swt:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ
“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad: 22).
Imam Bukhari telah meriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda dalam hadits qudsi,
“Sesungguhnya Allah mencitpakan makhluk-Nya, hingga ketika sudah selesai darinya.
Lalu rahim itu berkata, “Aku datang untuk meminta perlindungan kepadaMu dari qathi’ah (diputus),”
Lalu Allah menjawab, “Apakah kamu ridha (senang) apabila Aku menyambung orang yang telah menyambungmu, dan memutus orang yang telah memutusmu?”
Lantas rahim menjawab, “Tentu wahai Tuhanku,”
Lalu Allah berkata lagi, “Hal itu adalah untukmu,”
Setelah itu Rasulullah Saw membacakan ayat di atas. (HR. Bukhari).
Tentunya janji dan ancaman ini cukuplah menjadi motivasi bagi seorang mukmin untuk selalu menyambung tali persaudaraannya, dan tidak memutusnya. Karena menyambung tali persaudaraan, maka berarti ia telah sampai dan sambung kepada Allah, sedangkan memutus tali persaudaraan berarti memutuskan hubungan dengan Allah.
Bagi seorang mukmin, tujuan yang paling utama dalam meniti jalan Allah di dunia ini adalah sampai kepada Allah, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى
“Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu),” (QS. An Najm: 42).
Waallahu a’lam.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain