Padang, Aktual.com — Siapa yang tidak kenal dengan Bung Hatta, Bapak Proklamator Indonesia. Meski telah tiada 35 tahun silam, namun semangat juangnya tetap hidup di setiap pelosok negeri.
Menelusuri jejak Bung Hatta dapat dijumpai di kota kelahirannya, Bukittinggi, Sumatera Barat, tempat ia menghabiskan masa kanak-kanak hingga usia 11 tahun.
Sebagai salah seorang Pahlawan Nasional, Bung Hatta yang bernama asli Muhammad Athar menjalani masa kecil di Bukittinggi seperti anak-anak kebanyakan pada masa itu.
Bung Hatta memang tidak menghabiskan sepanjang hidupnya di Kota Bukittinggi, bahkan tidak sampai seperempat masa usianya, namun semangat juang untuk para pemuda penerus bangsa tetap hidup dan terpampang nyata di setiap sudut rumah kelahiran yang berada di Jalan Soekarno Hatta No.37.
Rumah kelahiran Bung Hatta dengan luas bangunan 440 meter, pertama kali dibangun pada 1860 di tanah seluas lebih kurang 799 meter yang sebagian digunakan sebagai jalan raya.
Bung Hatta menempati rumah itu sejak lahir pada 12 Agustus 1902 hingga menamatkan Sekolah Rakyat 1913 bersama ibu Saleha, kakek Ilyas, nenek Aminah dan pamannya Saleh dan Idris.
Pada September 1994 tepatnya setelah rumah tersebut ditinggalkan selama 20 tahun oleh keluarga besar Bung Hatta, Yayasan Pendidikan Wawasan Nusantara yang juga mengelola Universitas Bung Hatta merenovasi dan melakukan pembangunan kembali lahan bekas rumah kelahiran itu setelah dibebaskan oleh Pemerintah Bukittinggi.
“Pada 12 Agustus 1995 bertepatan dengan tanggal kelahiran sang proklamator, rumah kelahiran ini diresmikan oleh Menteri Negara Koordinator Kesejahteraan Rakyat Azwar Anas atas kerja sama Universitas Bung Hatta dan Pemerintah Daerah Tingkat II Bukittinggi,” kata Pengelola Rumah Bung Hatta yang ditugaskan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bukittinggi, Dessi Warty.
Dessi yang telah bekerja sejak 19 tahun silam sebagai pengelola rumah tersebut mengatakan bangunan rumah memang telah direnovasi, namun bentuk bangunan itu sendiri beserta seluruh perabotan tetap masih asli memiliki nilai sejarah.
“Renovasi yang dilakukan hingga 1995 tersebut bertujuan menggeser letak rumah kelahiran ini sekitar enam meter ke belakang untuk pelebaran jalan. Dulu beranda rumah berada tepat di tepi jalan raya, namun sekarang letaknya sudah lebih baik demi kenyamanan masyarakat untuk berkunjung,” ujar dia.
Selain itu, untuk menghargai rumah peninggalan Bung Hatta tersebut, pemerintah memberikan anggaran khusus melalui APBD untuk biaya perawatan, pemeliharaan setiap tahunnya.
Usaha Pemerintah Kota Bukittinggi tidak sia-sia karena terbukti dari penampakan rumah kelahiran berwarna abu-abu yang terawat dan asri. Saat ini telah dijadikan sebagai museum dan terbuka untuk umum setiap hari mulai dari pukul 08.00 WIB hingga 18.00 WIB.
Saat memasuki pekarangan museum rumah kelahiran Bung Hatta, terdapat taman kecil di depan rumah dan beberapa pot bunga di beranda. Untuk para pengunjung disediakan kursi tamu moderen berwarna coklat tua serta meja dengan buku tamu di atasnya. Setiap orang bebas berfoto di rumah tersebut namun dilarang memegang benda-benda bersejarah di dalamnya.
Selain itu juga terdapat denah setiap ruangan di dinding beranda rumah untuk membantu dan memberi petunjuk kepada pengunjung. Sesekali Dessi bertindak sebagai pemandu para pengunjung bila diminta dan dibutuhkan.
Pada rumah berlantai papan dan beberapa ruangan beralaskan tikar rotan itu, terdapat masing-masing satu ruangan di sisi kiri dan kanan beranda rumah yang bertuliskan kamar bujang dan kamar Saleh Sutan Sinaro di atas pintu masuk ruangan.
Di kamar bujang yang dimanfaatkan Bung Hatta sebagai ruang baca tersebut, terdapat tempat tidur kecil beralaskan seprai berwarna putih.
Satu meja tulis dan kursi serta lemari setinggi dua meter yang berisikan buku-buku koleksi Hatta dan penulis lainnya yang bercerita tentang Bung Hatta semasa hidup.
Sedangkan, kamar Saleh Sutan Sinaro merupakan tempat untuk barang-barang pos yang akan dikirimkan ke Pasaman hingga Sibolga, namun sekarang dimanfaatkan untuk kamar penjaga rumah tersebut sehari-hari.
“Dulu, kakek dan paman Bung Hatta bekerja sebagai pegawai Pos sehingga ruangan ini dimanfaatkan untuk penitipan barang bagi masyarakat yang ingin mengantarkan barang ke beberapa wilayah tertentu,” kata Dessi.
Saat memasuki ruang utama rumah kelahiran tersebut, pengunjung akan merasakan jiwa dan kehidupan Bung Hatta yang terlihat jelas memenuhi dinding rumah berupa foto-foto bersejarah semasa hidupnya seperti foto berbagai kegiatan di Bukittinggi, peresmian balai kesehatan Ibnu Sina Bukittinggi, foto orang-orang yang erat kaitannya dengan Bung Hatta termasuk paman dan guru agamanya Sjech Djamil Djambek.
Juga ada foto keluarga, teks proklamasi, pidato-pidato sebagai wakil presiden hingga silsilah keluarga Bung Hatta dari pihak ayah dan ibu.
Hal yang tak kalah menakjubkan dari rumah tersebut ialah bagian belakang rumah. Terdapat dua lumbung padi tinggi besar di sebelah kiri bertuliskan lumbung padi Aminah dan lumbung padi Saleha/Idris yang digunakan untuk menyimpan cadangan makanan bagi keluarga Bung Hatta.
Kamar bujang yang bersebelahan dengan lumbung padi Saleha/Idris itu merupakan kamar Bung Hatta untuk beristirahat sejenak semasa ia tinggal di sana. Terdapat satu tempat tidur kecil, meja dan kursi yang tidak jauh berbeda dengan peralatan di ruang baca.
Uniknya, di dalam kamar bujang itu terpajang sebuah sepeda tua berwarna hijau tua dan foto Bung Hatta memegang sepeda tersebut saat usia delapan tahun di dinding dekat sepeda. Konon foto tersebut di ambil di depan rumah kelahirannya tersebut.
Bagian yang teristimewa dari rumah tersebut, sesuai dengan namanya yaitu rumah kelahiran Bung Hatta ialah sebuah ruangan yang merupakan kamar lahirnya. Kamar tersebut berada di lantai dua rumah.
Dessi pengelola rumah tersebut mengungkapkan betapa rumah itu membuatnya terus rindu untuk datang. Selalu ada panggilan di batinnya untuk menjaga rumah tersebut.
“Suami saya baru meninggal seminggu yang lalu, namun saya hanya sanggup empat hari saja meninggalkan rumah Bung Hatta ini. Rumah ini memberi berkah tersendiri dan membuat saya terus merasa hidup walaupun sedang berduka,” katanya, baginya sebagai satu-satunya yang paling erat dengan rumah tersebut, sosok Bung Hatta ialah seorang yang jujur, santun dan disiplin.
Bahkan, hingga proklamator bangsa itu meninggal 14 Maret 1980, ia mampu mempertahankan jiwa sederhana dan rasa solidaritas dengan rakyat.
Ia senang dengan kepedulian pemerintah dan masyarakat pada sosok Bung Hatta. Hal ini terbukti dari kunjungan yang mencapai 9.605 orang sejak Januari hingga awal November 2015.
“Tidak jarang pengunjung yang memberikan dana secara sukarela dan berpesan digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan rumah kelahiran ini,” jelasnya.
Salah seorang pengunjung dari Pekanbaru, Siska (27) mengatakan setiap hal yang dipaparkan di rumah tersebut sangat kaya dengan informasi yang membuat setiap orang yang mengunjungi merasa lebih dekat dan kenal dengan kehidupan Bung Hatta.
“Inilah rumah yang penuh dengan sejarah, terawat dan memberikan semangat untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh Bung Hatta,” ujar dia.
Pengunjung lainnya, Amelia Warliana (22) dari Jakarta mengatakan sosok Bung Hatta ialah pahlawan yang tidak pernah terlupakan.
“Rumah ini hanya salah satu saksi bisu sejarah dan perjuangan Bung Hatta, namun sangat besar artinya jiwa setiap individu dapat benar-benar memaknainya,” katanya.
Sementara itu, Irfan Maulana (23) memaknai jasa Bung Hatta dengan peduli pada lingkungan dan sesama agar pemuda penerus bangsa dapat menjadi contoh. Ia mengatakan menjadikan Bung Hatta sebagai inspirasi dalam membangun negara merupakan hal yang harus dilakukan setiap orang di negara Indonesia saat ini karena mempertahankan kemerdekaan jauh lebih sulit dari mendapatkan.
Artikel ini ditulis oleh: