Lampung Tengah, Aktual.com – Hingga akhir tahun ini, konflik lahan diprediksi masih akan mendera masyarakat yang tinggal di Lampung.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Lampung, Andi Surya menyatakan, ramalan ini bukan main-main karena setidaknya terdapat tiga masalah pokok terkait lahan di Lampung, yakni konflik lahan berupa Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan GrondKaart.

“Pertama, lahan HGU yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar yang tersebar di beberapa kabupaten seperti Tulangbawang, Mesuji, Lampung Utara dan Lampung Tengah,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Sabtu (12/5).

Para perusahaan pemegang HGU ini diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menguasai lahan rakyat berupa tanah adat atau ulayat tanpa dasar. Menurut Andi, hal ini bisa terjadi karena tidak jelasnya batas HGU sehingga perusahaan leluasa menguasai tanpa hak lahan-lahan adat masyarakat desa ini.

Masalah kedua adalah terkait HPL yang dikeluarkan Kementerian Agraria yang diduga tidak sesuai dengan dengan kebutuhan dan peruntukannya.

“Di sisi lain, HPL tersebut dibuat di atas lahan yang secara de facto sudah dikuasai masyarakat, baik berupa sporadik maupun SHM, seperti yang terjadi di Kelurahan Way Dadi dan Way Dadi Baru yang HPL-nya atas nama Pemprov Lampung, serta Kelurahan Panjang Pidada yang dikuasai oleh PT. Pelindo,” papar Andi.

Sedangkan masalah terakhir adalah terkait lahan GrondKaart yang berada di sepanjang jalur kereta api di Lampung yang di klaim oleh PT. KAI.

Padahal menurut Andi, hasil analisis pakar pertanahan dalam sebuah workshop yang diselenggarakan Kementerian ATR/BPN pada 12 April lalu menyatakan bahwa GrondKaart bukan merupakan alas hak atau status hak bahkan tidak tercatat dalam daftar asset Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Artinya secara de facto adalah milik warga masyarakat,” tegasnya.

Dengan demikian, Andi berpendapat bahwa jalan keluar untuk permasalahan HGU adalah dengan melakukan tata administrasi izin HGU dan melakukan ukur ulang serta mendorong upaya penyelidikan terhadap pelanggaran batas-batas lahan dan kemungkinan indikasi penggelapan pajak di situ.

“Kami juga sudah dihubungi tokoh-tokoh masyarakat yang meminta agar masalah HGU ini dituntaskan,” ucapnya.

Untuk permasalahan HPL, tambah Andi, Badan Akuntabilitas Publik DPD RI berdasar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Januari 2018 lalu, telah meminta Kementerian ATR/BPN untuk membentuk tim guna mengkaji ulang keberadaan Surat Keputusan HPL Way Dadi serta Pelindo.

Sementara itu, khusus untuk GrondKaart dianggap Andi telah jelas permasalahannya bahwa GrondKaart bukan merupakan alas hak yang tercatat dalam daftar aset Kemenkeu.

“BAP DPD RI dengan demikian mendorong pihak BPN segera bisa memberikan dan memfasilitasi hak-hak warga atas kepemilikan lahan berupa sertifikat dan diharapkan bisa sejalan dengan program Presiden Jokowi untuk 7 juta sertifikat tanah rakyat,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan