Otoritarianisme, ketidakadilan ekonomi, konflik etnis, terorisme, maupun persoalan etika global masih menjadi tantangan-tantangan global pada masa depan.
Berkembangnya gaya hidup yang cenderung konsumtif dan hedonis maupun berkembangnya radikalisme global menuntut peran aktif santri ke depan. Dalam perjalanan sejarahnya, santri telah membuktikan perannya dalam memperkuat karakter bangsa.
Pada masa Orde Baru, walaupun secara politik kaum santri mengalami tindakan represif dari regim berkuasa, kelas menengah santri mengalami perkembangan penting. Hefner (2000), misalnya, menyimpulkan berkembangnya Civil Islam yang dimotori oleh kelas menengah Islam. Ini ditandai dengan hadirnya kalangan birokrasi dan profesional yang menjadi bagian penting gerakan santrinisasi.
Munculnya kekuatan baru di birokrasi menjadi sebuah perdebatan apakah karena buah dari santri yang bertransformasi menjadi kekuatan penting di birokrasi (priyayisasi santri) atau kelompok priyayi yang berubah menjadi santri (santrinisasi priyayi).
Dua istilah ini membawa konsekuensi berbeda apakah kaum santri yang berhasil memengaruhi kekuasaan atau sebaliknya pihak penguasa yang berhasil menundukkan kaum santri? Apa pun realitas sejarah pada waktu itu, faktanya adalah santri menjadi kekuatan kelas menengah baru yang diperhitungkan tidak hanya di bidang sosial politik, tetapi juga di bidang ekonomi dan budaya.
Dalam artikel yang ditulis oleh Wasisto Raharjo Jati (2014) berjudul “Tinjauan Perpektif Intelegensia terhadap Genealogi Kelas Menengah Muslim di Indonesia” menyebutkan munculnya dua kecenderungan kelas menengah muslim, yaitu kelas intelegensia muslim dan urban muslim.
Kelas intelegensia muslim merupakan perluasan fungsi santri yang biasanya lebih banyak memfokuskan pada isu-isu hubungan agama dan negara, termasuk upaya pembentukan masyarakat yang ideal (masyarakat madani).
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby