Jakarta, Aktual.com-Nota kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh pihak Kementerian Dalam Negeri, Polri, dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada 20 Oktober 2017 tentang pengawasan Dana Desa dinilai berlebihan.

Anggota dari Fraksi Partai Hanura DPR Dadang Rusdiana mengatakan bahwa mekanisme pengawasan anggaran yang berasal dari APBN sudah sangat jelas termasuk Dana Desa.

Hal tersebut kata Dadang sudah diatur pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara maupun Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Oleh karena itu, kata dia sudah sangat jelas fungsi pemantauan dan evaluasi oleh BPD, pemerintah daerah serta proses pemeriksaan oleh BPK. Sehingga, jika harus dibentuk lagi tim pengawasan yang melibatkan kepolisian dinilainya akan rancu dengan berbagai regulasi tersebut.

Dadang menganggap pengawasan dengan melibatkan Babinmas Kepolisian di desa tentunya secara psikologis bakal mengganggu kinerja kepala desa dalam menyalurkan dana pembangunan tersebut. Padahal peraturan perundang-undangan sudah memiliki kewenangan yang otonom.

“Saya khawatir para kepala desa tidak mengajukan program untuk tahun yang akan datang dan mengembalikan dana desa ke pemerintah pusat, maka tentunya ada kemandekan dalam pembangunan di garis depan pemerintahan. Jadi kalau ada yang menyimpang proses saja secara hukum” kata dadang di Jakarta, Selasa (31/10).

Lebih baik imbuh dia pemerintah mengawasi penyaluran Dana Desa dengan menggunakan mekanisme yang sudah ada supaya tidak menimbulkan polemik dan anggapan seakan pemerintah pusat tidak percaya kepada kepala desa.

Agar penyerapan dana desa lebih efektif kata dia pemerintah pusat dan DPR harus merevisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 sehingga transfer anggaran bisa langsung ke rekening pemerintah desa, bukan melalui pemerintah kabupaten.

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs