Jakarta, Aktual.com — Anggota Majelis Kehormatan Dewan DPR Syarifuddin Suding menilai, tidak ada yang salah terkait pernyataan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, yang menyebut anggota DPR banyak yang ‘bloon’ atau bodoh.
Menurut Politikus Partai Hanura itu, jika mendengar utuh apa yang disampaikan Politikus asal Partai Keadilan Sejahtera itu dan tidak sepotong-sepotong, maka apa yang diungkapkan oleh Fahri tersebut adalah fakta empirik.
“Kalau benar-benar mencermati pernyataan Fahri tidak ada yang salah. Itu fakta empirik. Seorang anggota dewan itu dipilih langsung oleh rakyat dan rata-rata dipilih bukan karena kecerdasan tapi popularitas dan kedekatan pada rakyat. Makanya jangan heran banyak orang-orang pintar yang bergelar profesor atau doktor tidak terpilih dalam pileg,” ujar Suding ketika dihubungi, Minggu (23/8).
Suding juga melihat bahwa pernyataan Fahri hanya bertujuan untuk meningkatkan kinerja DPR karena itu setiap anggota DPR perlu dukungan tenaga ahli. “Pernyataan Fahri ini hanya bentuk introspeksi diri bahwa kami di dewan pun memerlukan dukungan dari para tenaga-tenaga ahli. Pernyataan ini seharusnya menjadi pemicu bagi setiap anggota dewan untuk bekerja lebihbaik.”
Namun demikin, Suding mempersilahkan siapapun jika tidak berkenan dengan perilaku anggota dewan untuk melaporkannya. MKD sendiri akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat. “Tentunya hak setiap warga masyarakat maupun anggota DPR sendiri untuk melaporkan jika ada sesuatu yang menurut mereka tidak baik, kami akan tindaklanjuti,” ujar dia.
Sebelumnya Anggota DPR dari fraksi PDIP Adian Napitupulu berniat melaporkan Wakil Ketua DPR itu. Adian menegaskan pernyataan Fahri itu sebagai bentuk penghinaan terhadap 559 anggota DPR.
Berikut pernyataan Fahri yang dituduh Adian sebagai bentuk penghinaan dalam wawancara di sala satu stasiun televisi swasta. Fahri mengungkapkan pernyataannya itu terkait rencana pembangunan fisik di DPR yang dibutuhkan untuk membentuk DPR sebagai lembaga modern.
“Jadi zaman Pak Harto dulu, bangunan DPR ini dengan bangunan DPR sebelum zaman reformasi itu masih sama, persis seperti ini. Padahal di zaman Orde Baru dulu itu anggota DPR itu hanya stempel, tidak punya staf, dikasih ruang kecil, total anggota DPR-nya 450 orang. Bayangkan, dalam tradisi demokrasi anda harus memperkuat otak daripada dewan itu, karena orang dalam demokrasi itu tidak dipilih karena disukai oleh pimpinan negara atau ditunjuk oleh presiden, tapi dipilih oleh rakyatnya sendiri.”
“Bukan karena dia cerdas, tapi rakyat suka dia, makanya kadang-kadang banyak orang juga datang ke DPR ini tidak cerdas, kadang-kadang mungkin kita bilang rada-rada bloon begitu. Tapi dalam demokrasi kita menghargai pilihan rakyat, karena itulah kita memberikan kekuatan kepada otak dari orang-orang yang datang ke gedung ini dengan memberikan mereka staf, dengan memberikan mereka sistem pendukung, pusat kajian, ilmuwan, peneliti dan lain-lain dan lain-lainnya. Itulah cara kerja dari lembaga demokrasi.”
“Nah, ini tentunya memerlukan fasilitasi. Tapi kalau anda menganggap DPR itu tidak penting, tidak harus ada, seperti cara berpikir orang-orang otoriter itu, yang mempersoalkan uang Rp 1 triliun di DPR tapi abai melihat uang Rp 2.000 triliun uang yang dibelanjakan eksekutif, kembali aja ke masa lalu, saya tidak ikut-ikut. Kita membangun tradisi demokrasi baru yang modern.”
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu