Jakarta, Aktual.com – Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo menyebut, Sidang perdana kasus dugaan korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3), ibarat senapan mesin yang serampangan memuntahkan peluru ke berbagai arah dan sudah menciderai banyak orang. Pasalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap 14 nama anggota DPR yang diduga menikmati uang haram mega korupsi proyek pengadaan KTP elektronik itu.
“Kini, jadi tugas para jaksa penuntut KPK untuk membuktikan apakah semua nama yang disebut itu memang layak dilukai reputasi dan kredibilitasnya,” ujar Bambang di Jakarta, Minggu (12/3).
Diketahui, Sejumlah orang yang disebut menerima aliran dana dari proyek e-KTP itu telah membuat bantahan. Bantahan itu, menurut Bambang, harus direspons KPK melalui proses pembuktian oleh para jaksa penuntut KPK.
“Untuk menjaga kredibilitas dakwaan KPK, pembuktian terhadap keterlibatan nama-nama yang disebut dalam dakwaan itu harus terang menderang. Alat bukti harus jelas, siapa, kapan dan dimana,” jelas Politikus Partai Golkar ini.
Sebelumnya, Ketika membacakan dakwaan untuk terdakwa kasus e-KTP, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memaparkan puluhan nama dan sejumlah institusi yang diduga menerima dana hasil korupsi proyek e-KTP. Selain mantan menteri dan mantan Ketua DPR, puluhan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 juga disebut menerima fee dari dana yang dianggarkan dalam proyek e-KTP. Di antara mereka, ada yang kini menjabat menteri dan gubernur.
Bambang menuturkan, Konsekuensi dari penyebutan nama-nama itu tentu saja adalah pembuktian. Dalam konteks pembuktian, kata dia, kasus dugaan korupsi proyek e-KTP ini menjadi tantangan yang tidak ringan bagi KPK.
“Proyek ini sudah berlangsung beberapa tahun yang lalu. Kemudian, tentang aliran dana hasil korupsi proyek ini, belum jelas benar apakah KPK juga memiliki bukti kuat yang bersumber dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), rekaman CCTV, sadapan atau alat bukti lainnya,” katanya.
Faktor lain yang juga cukup menentukan adalah berkurangnya jumlah saksi. Bambang melanjutkan, Dua anggota Komisi II DPR yang tahu detil pembahasan dan penganggaran proyek ini pada tahun 2009 sudah meninggal dunia. Keduanya adalah Burhanuddin Napitupulu dan Mustoko Weni.
“Bahkan sebuah peristiwa digambarkan di dalam dakwaan, seolah-olah saksi yang sudah meninggal dunia itu masih hidup dan ikut membagi-bagi uang,” ketusnya.
Secara fakta, sambung Bambang, memang terbukti bahwa penyelesaian proyek e-KTP melenceng jauh dari target waktu. Bahkan tidak ada yang tahu kapan proyek ini akan rampung.
“Artinya, jelas bahwa ada masalah besar dalam proyek ini. Karena itu, langkah KPK membawa kasus ini ke Pengadilan Tipikor Jakarta sudah tepat. Hanya saja jangan salah bidik,” himbaunya.
Bambang menilai wajar, jika sejumlah orang yang disebutkan dalam dakwaan itu tidak bisa menerima begitu saja dan langsung membuat bantahan.
“Masuk akal karena mereka merasa sebagai korban pembunuhan karakter. Oleh mereka, dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor itu dimaknai sebagai tuduhan. Oleh karena dakwaan itu dipublikasikan secara luas, secara personal masing-masing sudah merasa dilukai,” pungkasnya.
Pewarta : Nailin In Saroh
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs