Jakarta, Aktual.com – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai satu tahun Pemerintahan Prabowo Subianto menimbulkan kekacauan pembentukan peraturan perundang-undangan. Ketiadaan posisi DPR RI yang kritis dan partai oposisi semakin memperparah ugal-ugal Pemerintah dalam membuat peraturan perundang-undangan.
Demikian disampaikan Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangan pers kepada aktual.com, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Salah satu contohnya terkait revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (R-KUHAP). YLBHI mencatat, selain pembahasan revisi yang super cepat dan tertutup, juga ada banyak masalah dalam substansinya.
Pembahasan revisi UU TNI, misalnya. RUU ini sebelumnya tidak masuk dalam 41 RUU Program Legislasi Nasional (prolegnas) prioritas 2025 yang ditetapkan 19 November 2024. RUU TNI baru diusulkan masuk prolegnas prioritas sebagai inisiatif pemerintah pasca dikeluarkannya Surat Presiden No. R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025. Usulan tersebut disetujui melalui rapat paripurna 18 Februari 2025.
Tak berselang lama, DPR mengesahkan revisi UU TNI menjadi UU pada Sidang Paripurna, 20 Maret 2025. UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 26 Maret 2025.
Isnur menyampaikan, pembahasan draft RUU TNI tersebut dilakukan secara tertutup oleh DPR dengan Pemerintah di Hotel Fairmont Jakarta. Serta dilakukan secara sembunyi-sembunyi dari pengawasan masyarakat sipil pada Sabtu 14-15 Maret 2025. Padahal sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyatakan, RUU TNI ini tidak akan disahkan sebelum masa reses Lebaran 2025.
“Pembahasan tertutup tersebut menunjukkan rendahnya komitmen transparansi. Draft RUU juga bermasalah karena memuat perluasan jabatan sipil yang diduduki oleh prajurit TNI aktif,” papar Isnur.
YLBHI juga mencatat hal sama pada proses pembuatan R-KUHAP. Menurut Isnur, setidaknya ada sekitar 1.676 Daftar Isian Masalah (DIM) yang dibahas hanya dalam waktu 2 hari, 10-11 Juli 2025.
Isnur mengungkapkan, diusulkan oleh DPR RI, draf RUU ini muncul tiba-tiba pada awal Februari 2025. Beberapa anggota Komisi III dan Badan Legislasi DPR bahkan tidak mengetahui adanya draft tersebut dan tidak juga pernah dibahas di dalam pertemuan terbuka untuk meminta pandangan fraksi-fraksi.
“Begitu juga ketika proses penyusunan DIM versi Pemerintah, beberapa akademisi dan Ahli yang dilibatkan dalam penyusunan sebagai perumus mengakui hanya ada pertemuan 2 kali tanpa sempat membahas bagaimana pengaturan R-KUHAP,” ucapnya.
Pada sisi lain, kata Isnur, pembahasan pasal-pasal R-KUHAP sangat dangkal dan tidak menyentuh substansi permasalahan yang selama ini dialami banyak korban sistem peradilan pidana dalam kasus-kasus salah tangkap, kekerasan atau penyiksaan, undue delay dan kriminalisasi serta pembatasan akses bantuan hukum.
“Namun, DPR bersama Pemerintah malah memperluas kewenangan penegak hukum polisi yang melegitimasi tindakan subjektif tanpa standar dan batasan yang jelas dalam melakukan penangkapan, penahanan, penyadapan, penggeledahan,” ucap Isnur.
Mirisnya, ujar Isnur, syarat subjektif polisi dalam upaya paksa tidak didukung dengan mekanisme pengawasan yang ketat oleh lembaga internal maupun eksternal yang independen. Kerangka hukum yang melegitimasi tindakan subjektif polisi sangat berpotensi membuka ruang penyalahgunaan wewenang.
“Lebih dari itu posisi polisi sebagai penegak hukum dalam sistem peradilan pidana menjadi superior,” katanya.
Karena itu, pada momen 1 tahun Pemerintahan Prabowo, YLBHI meminta Pemerintah untuk menghentikan pembentukan produk hukum yang dibuat secara sewenang-wenang dan memperbaiki tata kelola pemerintahan yang akuntabel dan transparan.
“Dalam hal ini Pemerintah bersama DPR juga harus membuka kembali secara maksimal penyusunan dan pembahasan RUU KUHAP,” paparnya.
YLBHI juga meminta Pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU yang merupakan kebutuhan langsung rakyat. Di antaranya RUU Masyarakat Adat, dan RUU Pekerja Rumah Tangga.
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi

















