Ketua Umum Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) Nova Sofyan Hakim menjawab pertanyaan wartawan saat aksi "Selamatkan Pelabuhan Nasional" di depan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (8/11/2018). Nova mengajak seluruh komponen bangsa, mari bersama selamatkan pelabuhan nasional. Untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Pengelolaan Pelabuhan secara konstitusional adalah semangat nasionalisme yang murni. Pelabuhan gerbang ekonomi yang tata kelolanya berdampak langsung kepada rakyat dan pekerja pelabuhan itu sendiri. Negara wajib hadir tanpa kompromi. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pelabuhan Nasional merupakan ujung tombak perekonomian bangsa di kancah internasional. Pasalnya, pelabuhan merupakan gerbang ekonomi bertujuan ekspor maupun impor. Artinya, pengelolaan pelabuhan yang menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia, harus dilakukan dengan berlandaskan semangat konstitusi bukannya liberalisasi asing yang membahayakan kedaulatan dan hilangnya potensi ekonomi nasional.

“Pengelolaan Pelabuhan secara konstitusional adalah semangat nasionalisme yang murni. Pelabuhan gerbang ekonomi yang tata kelolanya berdampak langsung kepada rakyat dan pekerja pelabuhan itu sendiri. Negara wajib hadir tanpa kompromi,” ujar Ketua Umum Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) Nova Sofyan Hakim di Jakarta, Kamis (8/11).

Menurutnya, realitas yang terjadi saat ini adalah kebalikan nihilnya kehadiran negara dalam tata kelola pelabuhan. Pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia JICT dan Koja malah kembali dijual ke asing untuk 20 tahun ke depan tanpa ada urgensi. Potensi ekonomi nasional yang besar dan kedaulatan atas aset strategis bangsa hilang total. Bahkan, pembangunan pelabuhan baru NPCT-1 di ibukota negara tanpa memikirkan keberlangsungan teknis pembangunan sehingga dinyatakan “Gagal Kontruksi”. Ditambah asing bisa kontrol 100% atas pengelolaannya.

“Pinjaman asing Rp 20,8 trilyun untuk pembangunan pelabuhan tanpa kajian kelayakan sehingga dananya menganggur 3 tahun dan negara harus membayar bunga utang yang tidak produktif tersebut. Ini dampak kerugian ekonomi yang terang benderang terjadi saat ini. Tentu secara dalam jangka panjang akan semakin buruk,” jelasnya.

Ditambahkannya, dampak sosial atas liberalisasi asing di Pelabuhan tidak kalah terpuruk. Pekerja yang membangun produktivitas sehingga menjadikan pelabuhan petikemas Indonesia salah satu terbaik di Asia, malah di-PHK massal dan pola outsourcing yang melanggar aturan malah dipelihara. Asing leluasa melakukan pemberangusan “halus” (adu domba) dan kasar kepada pekerja yang mengkritik buruknya pengelolaan pelabuhan serta pemenuhan asas keadilan terhadap para pekerja.

Dengan substansi pengelolaan pelabuhan nasional secara konstitusi, kedaulatan dan potensi ekonomi nasional akan lebih baik di masa datang. Jangan sampai buruknya tata kelola pelabuhan dan perlakuan terhadap pekerja yang tidak berkeadilan diduplikasi ke dalam pengelolaan pelabuhan di Indonesia.

“Secara proporsional, pekerja pelabuhan nasional adalah garda terdepan penjaga kedaulatan negara dan amanat konstitusi serta aturan.  Kami ingin pemenuhan hak pekerja pelabuhan yang berkeadilan dan sesuai aturan Undang-Undang. Pelabuhan dilarang memelihara outsourcing yang melanggar aturan.  Kami ingin Pemerintah melakukan reformasi total agar negara hadir penuh dalam pengelolaan pelabuhan nasional. Kami mengajak seluruh komponen bangsa, mari bersama selamatkan pelabuhan nasional. Untuk masa depan Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka