Padang, Aktual.com — Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, memiliki sedikitnya 17 jenis seni tradisi berbagai etnis yang dibina Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) kota itu.

“Ke-17 jenis seni tradisi itu dilanggengkan oleh 40 kelompok kesenian yang ada di Kota Sawahlunto,” demikian kata Kepala Seksi Pembinaan Seni Budaya dan Perfilman Disparbud setempat, Syukri SSn, kepada wartawan, di Sawahlunto, Senin (28/03).

Ia menjelaskan, kesenian dari berbagai etnis itu muncul sebagai kearifan lokal masyarakat akibat pembauran hubungan sosial kemasyarakatan yang tercipta sejak berabad-abad silam.

Menurut ia, berbagai program pembinaan dalam bentuk pelestarian seni budaya nusantara sudah diluncurkan pihaknya sejak sepuluh tahun terakhir baik berupa bantuan sarana prasarana maupun upaya peningkatan kualitas seni pertunjukan dengan menampilkan kelompok – kelompok seni tersebut di berbagai kegiatan pada berbagai tingkatan.

Berdasarkan data sementara, lanjutnya, kelompok seni tersebut menekuni lebih dari satu jenis kesenian dan uniknya sebagian dari kelompok tersebut mampu memainkan jenis kesenian lebih dari satu etnis yang ada, antara lain Seni Wayang Kulit, Randai, Kuda Lumping, Tor – Tor, Tari Piring dan lain sebagainya.

Dari beberapa jenis tarian yang ditampilkan, katanya, juga sudah menggabungkan beberapa ciri khas seni tradisi masing – masing etnis dalam satu karya cipta seni, lengkap dengan keragaman jenis alat musik pengiring yang dimainkan secara langsung oleh kelompok seni tersebut.

Dia mengatakan, untuk kegiatan tahun 2016 pihaknya akan terus melakukan pembinaan terhadap seluruh kelompok seni yang ada, salah satunya dengan mengembangkan kreatifitas dan produktivitas para pelaku seni bersama dengan pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan Republik Indonesi.

Pembinaan lanjutan Pembinaan untuk mengaplikasikan hasil kesepakatan terkait rencana strategis kegiatan 2017 dalam rapat koordinasi dengan pihak Ditjen tersebut di Surakarta, Jawa Tengah, dalam kegiatan Rakor Kebudayaan Pusat dan Daerah Bidang Kebudayaan 2016, 22 hingga 24 Maret 2016.

“Salah satu poin pada rakor tersebut adalah melakukan pencatatan secara digital terhadap para seniman kesenian tradisi, guna membuka informasi yang seluas – luasnya kepada masyarakat terkait upaya pembinaan yang dilaksanakan pemerintah,” kata ia.

Selain itu, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Ditjen terkait juga mengupayakan untuk menyederhanakan sistem administrasi pengajuan bantuan hibah bagi seluruh kelompok seni binaan pihak pemerintah daerah.

Hal itu untuk menjamin kesetaraan masing – masing pelaku seni tradisi dan budaya dalam mendapatkan perlakuan setara ketika membutuhkan langkah-langkah pembinaan dalam meningkatkan kualitas pertunjukan mereka.

Sementara itu, budayawan asal Sumatera Barat yang tercatat sebagai dosen salah satu perguruan tinggi ternama bidang kesenian di provinsi itu, Zulkifli Dt Sinaro Nan Kuniang S Kar M Hum, mengatakan upaya pembinaan seni tradisi seyogyanya merupakan salah satu program pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla.

Hal itu sebagai salah satu bentuk program Revolusi Mental, yakni memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

“Salah satunya dengan mengembangkan insentif khusus untuk memperkenalkan dan mengangkat potensi budaya lokal,” kata dia.

Menurut ia, program tersebut dalam pelaksanaannya membutuhkan dorongan yang kuat dari masing – masing pemerintah daerah, khususnya dalam merumuskan metode pendataan serta pembinaan yang melibatkan seluruh unsur ketokohan di masyarakat.

Dia mencontohkan, seperti pembinaan seni di salah satu pusat kebudayaan suku Jawa, yakni di Daerah Istimewa Yogyakarta, seluruhnya bisa berjalan karena adanya dorongan yang dilakukan pihak keraton dalam mempertahankan nilai – nilai tradisi dan budaya daerah itu, dengan memanfaatkan pamor dari “Sang Sultan” sendiri.

“Kondisi itulah yang mulai hilang dari tatanan sosial masyarakat Sumatera Barat terutama masyarakat adat suku Minangkabau, seiring menurunnya penghormatan kita kepada tokoh – tokoh adat atau para Ninik Mamak serta para pemimpin,” kata dia.

Menurutnya, pelestarian seni tradisi tidak akan bisa dilepaskan dari rasa kecintaan dan kepatuhan suatu kelompok masyarakat terhadap pemimpinnya.

Dengan kata lain, imbuhnya, para pemimpin saat ini harus memahami kembali tradisi kepemimpinan yang baik dan berwibawa untuk meraih kecintaan tersebut.

Tanpa itu semua, katanya lebih lanjut, maka upaya pelestarian seni tradisi dan budaya akan semakin sulit dilaksanakan karena tidak adanya legitimasi yang jelas dari masyarakat terhadap pemimpinnya, sehingga segala bentuk imbauan dan arahan yang diberikan yang dilakukan dalam pembinaan tersebut tidak lagi menjadi sebuah garisan kebijakan yang harus dilaksanakan.

“Mari kita kembalikan semangat untuk berseni tradisi dan budaya sebagai “Pamenan Rajo dan Pamainan Anak Mudo – Mudo alam Minangkabau” dalam tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, jika memang ingin melestarikan kesenian tradisi kebudayaan yang ada,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara