Ahmad al-Ghumari

Jakarta, aktual.com – Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Shiddiq al-Ghumari merupakan salah satu keluarga besar al-Saadah al-Ghumariya, sebuah keluarga ulama yang secara turun-temurun bermukim di Thanjah (Tangier), sebuah kota yang terletak di ujung utara Maroko dan berada di tepi pantai.

Generasi yang paling terkenal dari keluarga al-Ghumari adalah tiga bersaudara yang merupakan anak dari Sayyid Muhammad bin Shiddiq al-Ghumari, yaitu Abdullah, Ahmad, dan Abdul Aziz. Silsilah keluarga al-Ghumari melalui ayah mereka, Muhammad bin Shiddiq al-Ghumari, dapat ditelusuri hingga ke Sayyidina Hasan bin Ali, menjadikannya bagian dari golongan al-Asyraaf, yaitu keturunan Nabi Muhammad Saw. melalui jalur Sayyidina Hasan bin Ali.

Oleh karena itu, anggota keluarganya sering menambahkan gelar al-Hasani di akhir nama mereka. Dalam garis keturunan keluarga ini, tercatat juga Sayyid Idris bin Abdullah, yang merupakan pendiri pertama Kesultanan Idrisiyyah di Maroko. Ia membentuk kerajaan di wilayah Maghrib setelah mengalami kegagalan dalam upayanya memberontak melawan Dinasti Abbasiyah.

Pada awalnya, keluarga ini belum menggunakan gelar al-Ghumari. Setelah menetap di wilayah Maroko, keturunan Sultan Idris (al-Adarisah) sempat pindah ke Andalusia dan tinggal di sana selama beberapa abad. Pada abad ke-5 H, mereka bermigrasi ke wilayah Tilmisan di timur laut Maroko, khususnya di dalam kabilah Bani Yaznaasan.

Kemudian, sebagian dari keturunan mereka pindah ke kabilah Ghumarah pada abad ke-10 H, dimulai dari Syaikh ‘Abd al-Mu’min al-Shaghir. Barulah pada tahun 1319 H, kakek dari Syaikh Muhammad (ayah dari Ahmad, ‘Abdullah, ‘Abd al-‘Aziz), yaitu Muhammad bin Shiddiq, berpindah ke kota Tangier di bagian utara Maroko, dan tetap tinggal di sana hingga saat ini.

Ibunya, seorang wanita salehah dan berpengetahuan bernama Zahra, juga memberikan kontribusi pada nasab ilmiah Ahmad melalui garis keturunan ibunya. Kakek Sayyid Ahmad dari sisi ibunya, Abdul Hafizh bin Ajibah, dikenal sebagai ahli tafsir Alquran dan sufi. Beberapa karya terkenal yang dihasilkan oleh sang kakek antara lain adalah Al-Bahrul Madid fii Tafsir al-Qur’an al-Majid dan Iqazul Himam.

Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Shiddiq al-Ghumari (1900 – 1961) lahir pada tahun 1900 M. Sebagai anak tertua di antara saudara-saudaranya, Sayyid Ahmad menunjukkan kecerdasan yang luar biasa sejak usia dini.

Ketika berusia lima tahun, Ahmad didaftarkan oleh ayahnya ke sebuah madrasah yang secara khusus dirancang untuk mencetak hafiz-hafiz muda. Institusi ini dipimpin oleh seorang dai bernama Arabi bin Ahmad Budarah. Dengan tekun, Ahmad, putra Muhammad al-Ghumari, berhasil menjadi seorang hafiz Al-Quran melalui pembelajaran di madrasah tersebut.

Ketika berusia sembilan tahun, Ahmad bergabung dengan ayahnya dalam perjalanan ke Tanah Suci. Kunjungannya tidak hanya ditujukan untuk menjalankan ibadah haji, melainkan juga untuk mengamati secara langsung proses pembelajaran di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Pengalaman ini semakin memotivasi Ahmad untuk lebih mendalam dalam mengejar ilmu.

Ketika mereka kembali ke Maroko, ayah dan anak tersebut singgah di Mesir. Setelah mengunjungi keluarga di sana, beberapa anggota keluarga menyarankan Ahmad untuk tinggal di Kairo dan melanjutkan pendidikannya di al-Azhar. Saran tersebut diterima dengan baik.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain