Meskipun jauh dari kampung halamannya, Syekh Ahmad tetap setia terhadap tradisi keluarganya. Ayahnya adalah seorang pemimpin dalam tarekat Darqawiyyah, dan setelah wafatnya, Ahmad diangkat sebagai penerusnya.

Meskipun menjabat sebagai mursyid, Syekh Ahmad tidak segan untuk menyuarakan pendapat atau kritik terhadap aliran-aliran sufisme. Ia mencermati beberapa praktik tasawuf yang menurutnya tidak lagi sejalan dengan tuntunan sunnah.

Sepanjang perjalanan hidupnya, Syekh Ahmad al-Ghumari belajar dari banyak guru, yang kabarnya mencapai sekitar 100 orang. Para ulama tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu kelompok dirayah dan riwayah.

Guru-guru

Pertama, Ahmad belajar dari Muhammad bin al-Shiddiq bin Ahmad al-Ghumari, yaitu ayahnya sendiri. Ahmad mulai belajar dengan ayahnya dengan mengikuti pengajian yang diadakan oleh beliau. Muhammad bin al-Shiddiq wafat pada tahun 1354 H. Dari beliau, Ahmad mempelajari Mukhtashar Khalil, sebuah buku fikih yang mengikuti mazhab Maliki. Ahmad belajar dengan ayahnya hingga bab nikah. Selain itu, ia juga memperdalam ilmu nahwu dengan mempelajari Alfiyyah Ibn Malik dan Shahih al-Bukhari bersama pengetahuan tentang biografi perawi dan makna hadis.

Kedua, Ahmad belajar dari Ibn Ahmad Bouzdarah, murid ayahnya. Ayahnya meminta Ibn Ahmad Bouzdarah untuk mengajarkan Ahmad mengenai Al-Quran dan ilmu-ilmu dasar ketika Ahmad masih kecil.

Ketiga, Ahmad belajar dari Muhammad bin Ja’far bin Idris al-Kattani, yang masih keturunan al-Idrrisiyyah. Al-Ghumari bertemu dengan saudaranya ini di Damaskus, di mana saudaranya tinggal hingga wafat pada tahun 1354 H. Ahmad mempelajari riwayat hadis al-rahmah dan membaca banyak hadis dari Musnad Ahmad.

Keempat, Ahmad belajar dari Muhammad Imam bin Ibrahim al-Saqa’ al-Shafi’i. Dari beliau, Ahmad memperdalam ilmu nahwu dengan kitab al-Ajrumiyyah, Alfiyyah ibn Malik, dan Syarh Ibn ‘Aqil. Ia juga belajar fikih mazhab Syafi’i dengan kitab al-Tahrir, mantiq dengan kitab al-Sulam al-Murawnaq karya al-Akhdari, akidah dengan kitab Jawharatu al-Tawhid, serta hadis dengan kitab Musnad al-Shafi’i dan al-Adab al-Mufrad karya al-Bukhari.

Kelima, Ahmad belajar dari Muhammad Bakhit bin Husain al-Muthi’i al-Hanafi, yang pada masa itu menjabat sebagai mufti Negara Mesir. Ia mempelajari tafsir dan Shahih al-Bukhari selama dua tahun. Selain itu, Ahmad menghadiri pengajian kitab seperti Syarh al-Hidayah karya al-Marghinani di bidang fikih hanafi, Syarh al-Isnawi ‘ala Minhaj al-Wushul, dan Musalsal ‘Ashura.

Keenam, Ahmad belajar dari Muhammad bin Ibrahim al-Samaluuthi, seorang ulama bermazhab Maliki. Dari beliau, Ahmad mempelajari Tafsir al-Baydhawi, Muwattha’ Malik, ilmu nahwu selama dua tahun, dan kitab al-Tahdzib di bidang mantiq.

Ketujuh, Ahmad belajar dari Ahmad bin ‘Abd al-Salam al-‘Iyadh al-Samihi al-Ghumari. Ahmad al-Ghumari membaca sebagian Mukhatashar Khalil darinya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain