Jakarta, Aktual.com — Pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia Effendi Ghazali menilai, Surat Edaran (SE) tentang hate speech atau ujaran kebencian yang sudah disahkan Kapolri dapat membatasi ruang gerak demokrasi.
Menurutnya, hal tersebut merupakan hegemoni penguasa saat ini. “Yang menarik sekarang ini adalah soal Hegemoni. Tampaknya halus. Semoga tidak menuju demokrasi terpimpin,” kata Ghazali kepada Aktual.com, Senin (2/11).
Misalnya, sambung dia, ditengah kontroversi SE tersebut, kemudian muncul pertanyaan mengapa di era pemerintahan sebelumnya tidak diberlakukannya peraturan demikian. Ini akan menimbulkan tanda tanya besar bagi publik.
“Kenapa di zaman Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak ada edaran seperti ini? Kenapa ini jadi percobaan kedua setelah dulu ada niat menghidupkan pasal penghinaan kepada presiden,” ujarnya.
Lalu, lanjut dia, mengapa SE ini disahkan berbarengan dengan aturan berdemonstrasi yang baru dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
“Kenapa berbarengan dengan aturan yang dikeluarkan Ahok? Ini semua harus diperhatikan para peneliti. Walau sekali lagi dasar filosofis edaran tersebut benar adanya!”
Bentuk ujaran kebencian yang dimaksud dalam surat edaran tersebut diantaranya yaitu, pada Nomor 2 huruf (f) disebutkan bahwa ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP.
Kemudian, surat edaran tersebut menjelaskan terkait ujaran kebencian yang dilakukan melalui media. Misalnya, dalam orasi kegiatan kampanye, spanduk atau banner, jejaring sosial, penyampaian pendapat di muka umum, ceramah keagamaan, media massa cetak atau elektronik dan pamflet.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu